Liputan6.com, Jakarta - Jamie Oliver, chef selebritas asal Inggris, menyatakan diri bangkrut dan terpaksa menutup 23 dari 25 restoran miliknya yang berlokasi di Inggris. Akibatnya, sekitar 1.000 pegawai kehilangan pekerjaan.
Dilansir People, Jamie (43) menyampaikan pesan bagi para pegawai sebelum mengajukan pailit kepada otoritas setempat. Ia mengaku keputusan penutupan restorannya itu diambil dengan berat hati.
"Aku sangat hancur karena kami tidak punya pilihan selain mendaftarkan pailit restoran yang sangat dicintai di Inggris ini kepada otoritas," tulisnya, dilansir Metro.
Baca Juga
Advertisement
Ia menyatakan sangat mengerti bahwa kabar tersebut akan sangat berat bagi semua orang yang terdampak. Ia juga menjamin bahwa telah melakukan segala cara yang mungkin dan melelahkan beberapa bulan terakhir untuk menyelamatkan bisnis restorannya.
"Aku secara pribadi berinvestasi pada segalanya yang aku bisa untuk membalikkan keadaan," ucap Jamie Oliver, termasuk mengeluarkan 10 juta dolar AS dari rekening pribadinya.
Jamie menyatakan gaji semua pegawai yang di-PHK akan dibayar penuh sebelum restorannya benar-benar ditutup. Ia juga berterima kasih kepada mereka yang telah bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa untuk restorannya.
"Kalian semua yang terbaik di bisnis ini dan saya tahu anda akan melanjutkan hidup ke hal yang lebih besar dalam waktu singkat. Saya sangat menyesal dan hanya bisa menyampaikan rasa cinta, terima kasih dan yang paling penting berharap yang terbaik di dunia untuk Anda. Hari ini hari yang sangat sedih," tulis pembawa acara Jamie's 30-Minute Meals itu.
Berdasarkan Metro, para pegawai baru mengetahui bahwa restoran tempat mereka bekerja ditutup pada Selasa, 21 Mei 2019, setelah tempat itu didatangi akuntan dari KPMG, firma yang ditunjuk sebagai administrator. Sebagian lainnya mengetahuinya lewat email yang dikirim Jamie Oliver.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tiga Restoran Tetap Buka
KPMG menyatakan bahwa dari 25 restoran yang dimiliki Oliver, hanya tiga restoran yang berlokasi di Bandara Gatwick London yang akan tetap dibuka. Ketiga restoran itu meliputi dua restoran Italia dan kedai Jamie Oliver yang akan dibuka sementara.
"Situasi bisnis sekarang untuk perusahaan yang bekerja di sektor restoran sesulit yang pernah saya lihat sebelumnya. Direktur Grup Restoran Jamie Oliver telah bekerja tanpa lelah untuk menstabilkan bisnis menghadapi biaya yang melonjak dan kepercayaan konsumen yang rapuh," ujar Will Wright, partner KPMG dan administrator bersama.
Ia menyatakan prioritasnya saat ini dalam waktu dekat adalah bekerja dengan para pekerja yang telah di-PHK, menyediakan segala dukungan dan pendampingan selama dibutuhkan para pegawai.
Jamie sebelumnya mengungkapkan dalam wawancara dengan Financial Times, Agustus 2018 lalu, ia berhenti menggelontorkan jutaan uang miliknya ke grup restoran itu pada September 2018 setelah menyadari bahwa itu hanya mampu menyelamatkan perusahaannya sesaat dari kebangkrutan.
"Kami benar-benar kehabisan uang tunai," katanya.
Advertisement
Penyebab Kebangkrutan
Setelah mendapat peringatan, Jamie sempat menaruh sekitar 10 miliar dolar AS dari kocek pribadinya ke jaringan restoran tersebut, ditambah sekitar 6,7 juta dolar AS pada bulan berikutnya.
Meski perusahaan Jamie mendapat pinhaman 37 juta Pound sterling, pada 2017, mereka menyatakan telah berutang sekitar 100 juta dolar AS, menurut Finansial Times.
"Aku sejujurnya tak tahu (apa yang terjadi)," kata Oliver.
Ia berpendapat, manajemennya menghadapi apa yang disebut badai yang sempurna, mulai dari harga sewa, nilai tukar, menurunnya sektor hight street, biaya makanan, Brexit, hingga meningkatnya upah minimun. Sementara itu, CEO Jon Knight menambahkan faktor lain yang berkontribusi pada masalah.
"Kami membuka terlalu banyak restoran, terlalu cepat, di tempat yang salah. Kami membuka restoran tidak di kota kampus dan tidak memiliki daya tarik wisata yang cukup," ujarnya.