Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menilai pembatasan media sosial dan aplikasi pesan WhatsApp efektif dalam menahan peredaran hoaks dan informasi yang provokatif.
Menurut Rudiantara, pembatasan media sosial efektif karena saat menerima pesan, tidak ada lagi gambar atau video yang bisa diakses. Pasalnya, pesan video dirasa lebih menyentuh emosi ketimbang pesan teks.
Baca Juga
Advertisement
"Mengapa efektif? Karena saat kita menerima pesan, ada tulisan teks, ada gambar, ada video. Mana yang paling cepat menyentuh emosi kita? Video kan. Nah, video tanpa teks dilahap aja (lebih cepat dicerna)," ujarnya dalam wawancara bersama Kompas TV, Rabu (23/5/2019) malam.
Untuk itu Rudiantara menyebutkan, "literasi digital perlu ditingkatkan, jangan apa saja yang ada terus dilahap. Itu soal video dan gambar, kalau teks kan tidak."
Dia mengatakan, pemerintah sengaja tak menutup sarana komunikasi masyarakat secara keseluruhan, melainkan hanya melakukan pembatasan agar masyarakat bisa tetap bisa berkomunikasi.
Menurut Rudiantara, pembatasan media sosial juga bisa memperkuat media mainstream, karena informasi berasal dari media seperti koran, televisi, dan media elektronik.
"Media mainstream melakukan kaidah jurnalistik dan cover both side, media sosial kan tidak," ujarnya.
Minta Maaf
Pembatasan akses terhadap media sosial dan aplikasi pesan WhatsApp dan LINE, menuai pro dan kontra, salah satunya dianggap menghambat ekonomi.
Rudiantara pun memberikan jawaban atas hal ini. Menurut dia, kebijakan pembatasan media sosial dan aplikasi pesan ini tidak bisa pilah pilih.
"Kebijakan ini tidak bisa pilah pilih, saya sampaikan, ada 200 juta SIM card, di masyarakat ada 170 juta orang yang mengakses internet. Kalau WhatsApp satu per satu bisa di-address, tetapi penggunanya WhatsApp sekitar 150-200 juta, sulit untuk di-address," kata Rudiantara.
Untuk itulah, Rudiantara juga meminta maaf kepada para pengguna internet yang sementara tidak dapat menggunakan fitur berbagi foto dan video.
"Kalau jualan online kan kebanyakan (menggunakan fitur berbagi) gambar di media sosial terkena dampaknya, saya turut prihatin. Namun yang kami jaga itu eksistensi NKRI," tutur dia.
Pria yang karib disapa Chief RA ini menuturkan, pembatasan media sosial dan aplikasi pesan ini telah sesuai dengan mandat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 40, di mana pemerintah memiliki kewajiban untuk membatasi konten yang dianggap melanggar.
"Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat dari penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum, inikan jelas mengganggu ketertiban umum," kata Rudiantara.
Advertisement
Kapan Akses Medsos Normal?
Seperti diketahui, pemerintah membatasi sejumlah fitur aplikasi pesan instan WhatsApp dan media sosial seperti Instagram dan Facebook, sejak Rabu (22/5/2019) kemarin.
Langkah ini dilakukan untuk menghindari provokasi dan penyebaran berita bohong (hoaks) di tengah aksi 22 Mei, agar tak mengundang kericuhan.
Lalu, kapan pemerintah akan mencabut pembatasan akses dan fitur pada WhatsApp cs?
Rudiantara belum menginformasikan secara detail kapan pemerintah akan mencabut pembatasan fitur pada aplikasi pesan dan media sosial.
Ia hanya mengatakan fitur media sosial maupun aplikasi pesan instan akan kembali normal ketika situasi sudah tenang.
"Kita sama-sama berdoa agar situasi segera pulih sehingga semua fitur media sosial maupun instant messaging WhatsApp bisa difungsikan kembali," kata Rudiantara kepada Tekno Liputan6.com via pesan singkat, Kamis (23/5/2019).
(Tin/Ysl)