Shinzo Abe Akan Jadi PM Jepang Pertama yang Kunjungi Iran Sejak 1978?

PM Jepang Shinzo Abe kabarnya akan mengunjungi Iran, sehubungan dengan naiknya tensi ketegangan AS dan Negeri Persia.

oleh Siti Khotimah diperbarui 24 Mei 2019, 13:48 WIB
PM Jepang Shinzo Abe jelang konferensi pers bersama Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih (7/6) (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Tokyo - Kekhawatiran internasional semakin meluas sehubungan dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Menanggapi hal tersebut, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tengah mempertimbangkan untuk mengunjungi Negeri Persia pada pertengahan Juni 2019, sebagaimana dilaporkan oleh stasiun televisi NHK pada Jumat, 24 Mei 2019.

Berita ini mengemuka satu pekan setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif ke Jepang, bertemu dengan PM Shinzo Abe dan Menlu Taro Kono, demikian sebagaimana laporan The Guardian.pe.ca, dikutip pada Jumat (24/5/2019).

 

Rencana kunjungan ke Iran ini kemungkinan akan didiskusikan dengan Presiden AS Donald Trump ketika sang presiden nyentrik itu berkunjung ke Jepang pada pekan ini. Keputusan akhir disinyalir akan bergantung pada hasil itu, kata NHK.

Jika berhasil berkunjung, kunjungan itu adalah pertama kalinya dalam beberapa dekade. Mengingat, tidak ada perdana menteri Jepang yang mengunjungi Iran sejak 1978.


Substansi Pembicaraan Menlu Iran ke Jepang

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (AP/Vesa Moilanen/Lehtikuva)

Dalam kunjungannya ke Jepang, Menteri Luar Negeri Iran mengatakan bahwa negaranya berkomitmen untuk menaati kewajiban di bawah kesepakatan nuklir internasional meskipun AS telah menarik diri.

Menlu Zarif menambahkan bahwa penerapan kembali sanksi AS "tidak dapat diterima".

Sebagaimana diketahui, Trump telah menarik Amerika Serikat dari perjanjian tahun lalu dan sedang menaikkan sanksi terhadap Iran. Hal itu bertujuan untuk mengekang Negeri Persia dalam bidang ekonomi dengan mengakhiri penjualan internasional untuk minyak mentahnya.

Adapun Jepang adalah pembeli utama minyak Iran selama beberapa dekade sebelum sanksi. Sementara itu di sisi lain, Trump telah memperingatkan seluruh sekutunya --termasuk pula Jepang terkait kemungkinan rencana Iran terhadap pihak mereka.


AS Berencana Tambah 10.000 Tentara ke Timur Tengah

Petugas mengecek Lambung kiri kapal perang USS John S. McCain usai tabrakan dengan kapal tanker Alnic MC berbendera Liberia di Selat Malaka, sebelah timur Singapura, (21/8). (AFP Photo/Roslan Rahman)

Sementara itu, pada hari Rabu, Pentagon mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) akan mengirim tambahan lebih dari 10.000 tentara ke Timur Tengah, sebagai upaya meningkatkan pertahanan terhadap potensi ancaman Iran.

Para pejabat Pentagon mengatakan belum ada keputusan akhir yang dibuat, dan tidak jelas apakah Gedung Putih akan menyetujui pengiriman semua, atau hanya sebagian dari pasukan yang diminta.

Dikutip dari The Guardian, mereka juga mengatakan bahwa langkah itu bukan sebagai respons terhadap ancaman baru dari Iran, tetapi ditujukan untuk memperkuat keamanan di wilayah Timur Tengah.

Ditambahkan oleh Pentagon, bahwa tambahan tentara itu akan difungsikan sebagai pasukan defensif, yang mendukung kehadiran kapal-kapal Perang AS dan Sekutu di Teluk Persia untuk memantau Iran.

Rencana penambahan jumlah tentara itu akan dibahas di Gedung Putih pada Kamis ini.

Menurut beberapa pengamat, jika rencana tersebut lolos di Gedung Putih, maka itu akan menjadi perubahan drastis kebijakan Donald Trump terhadap kebijakan jumlah pasukan Negeri Paman Sam di Timur Tengah.

Sebagaimana diketahui, Trump telah berulang kali menekankan perlunya mengurangi kehadiran pasukan AS di wilayah tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya