Soal Nafkah dari Ayah untuk Anak Berdasarkan Islam

Islam mengajarkan soal nafkah dari ayah untuk anak

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mei 2019, 14:00 WIB
Ingin memberikan hadiah kepada pria yang baru saja memiliki anak alias ayah baru? Ini hadiah yang paling tepat. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Orangtua harus siap memberi nafkah ketika dikaruniai seorang anak. Baik itu berupa materi maupun nonmateri. 

Agama Islam sendiri memiliki dua batasan terkait kewajiban memberikan nafkah untuk buah hati tercinta. Yang dilihat dari segi usia, juga harta.

Batasan pertama adalah usia, ini ditentukan apakah anak sudah baligh atau belum. Batasan kedua adalah harta, yaitu apakah anak sudah memiliki harta yang mencukupi kebutuhannya.

Dikutip dari Konsultasi Syariah, dari dua batasan tersebut anak dikelompokkan jadi empat kategori:

- Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta

- Anak yang belum baligh dan memiliki harta

- Anak yang sudah baligh dan memiliki harta

- Anak yang sudah baligh dan tidak memiliki harta

Masing-masing memiliki hukum yang berbeda terkait kewajiban nafkah orang tua kepada anaknya. Pertama, anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta

 


Soal Nafkah utnuk Anak

Depresi pada ayah baru punya anak (iStockphoto)

Menurut keterangan Imam Ibnul Mundzir (ulama masjidil Haram, w. 319 H.), bahwa para ulama – sejauh pengetahuan beliau – telah sepakat bahwa nafkah anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta ditanggung oleh ayahnya. Ibnul Mundzir mengatakan, " Ulama yang kami ketahui sepakat bahwa seorang lelaki wajib menanggung nafkah anak-anaknya yang masih kecil, yang tidak memiliki harta. (al-Mughni, 8/171).

Kedua dan ketiga, anak belum baligh atau sudah baligh yang memiliki harta. Para ulama menegaskan, apabila anak memiliki harta yang cukup untuk menutupi seluruh kebutuhannya, maka ayahnya tidak wajib menanggung nafkahnya.

Dalam penjelasan tentang masalah nafkah anak, As-Shan’ani mengatakan, “ Jika mereka memiliki harta, maka tidak ada kewajiban nafkah atas ayahnya.” (Subulus Salam, 2/325)

Keempat, anak sudah baligh yang tidak memiliki harta. Salah satu contoh kelompok anak keempat adalah para ‘pengangguran terselubung’ di kalangan siswa SMP, SMA, dan mahasiswa. Sebagian besar mereka masih menggantungkan nafkahnya kepada orang tuanya.

Dalam hal ini, ulama Untuk keadaan keempat ini, ulama membagi dua, anak perempuan dan laki-laki. Baca selengkapnya di sini.

Penulis : Muthia Nugraheni / Dream.co.id

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya