Harga Huawei P30 Pro Seken Turun hingga 90 Persen

Menurut sejumlah laporan, harga jual smartphone Huawei P30 Pro anjlok di beberapa negara.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 27 Mei 2019, 13:29 WIB
Huawei P30 Pro. Liputan6.com/Jeko I.R.

Liputan6.com, Jakarta - Dampak peraturan pemerintah Amerika Serikat yang memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam perdagangan mulai terasa. Melalui peraturan ini, perusahaan Amerika Serikat diwajibkan untuk memutuskan hubungan bisnis dengan Huawei.

Akibatnya, sejumlah perusahaan teknologi kenamaan asal Amerika Serikat perlahan mulai memutuskan bisnis dengan Huawei.

Salah satu perusahaan tersebut adalah Google, disebut akan berdampak pada produk smartphone besutan Huawei yang memakai sistem operasi Android.

Oleh sebab itu, menurut sejumlah laporan, harga jual smartphone Huawei kini terjun bebas. Dikutip dari Forbes, Senin (27/5/2019), harga jual smartphone Huawei turun hingga 90 persen.

Informasi ini diketahui dari salah situs jual beli asal Inggris, Music Magpie. Dari situs itu diketahui bahwa harga Huawei P30 Pro yang dijual kembali tidak lebih dari 100 pounds, padahal harga baru smartphone ini adalah 899 pounds.

Sementara varian lawas dari seri P, yakni P20 Pro jauh lebih parah. Laporan menyebut bahwa harga jual kembali P20 Pro dibanderol kurang dari 50 pounds.

Peristiwa ini juga terjadi di pasar global, termasuk merambah ke pasar Asia. Strait Times melaporkan bahwa harga jual smartphone Huawei dibanderol jauh lebih rendah dari harga awal.

Beberapa toko juga disebut telah menolak untuk membeli kembali smartphone Huawei yang dijual. Di negara tersebut, penjualan smartphone Huawei juga dilaporkan menurun tajam.

Di sisi lain, perusahaan juga menyebut bahwa pihaknya masih menyediakan update keamanan dan purna jual untuk seluruh produk Huawei maupun Honor di seluruh dunia.

Karenanya, Huawei mengaku optimistis bahwa akibat penerapan peraturan ini dapat diselesaikan.


Huawei Bersiap Tanpa Google

Huawei (Foto: Huawei)

Jika Amerika Serikat (AS) masih tetap akan memblokir Huawei, maka perusahaan tidak lagi akan bisa menggunakan berbagai produk Google.

Beruntung, Huawei sejak 2012 dilaporkan telah mengembangkan sistem operasi (OS) alternatif sendiri.

Dikutip dari Phone Arena, Jumat (24/5/2019), CEO Consumer Business Group Huawei, Richard Yu, memberikan beberapa informasi mengenai OS tersebut. Menurut laporan media Tiongkok, OS tersebut saat ini bernama "HongMeng OS", bukan Kirin OS.

Diungkapkannya, OS tersebut akan segera siap pada musim gugur tahun ini. Jika semua berjalan lancar, Huawei Mate 30 Pro kemungkinan besar akan hadir dengan "HongMeng OS", bukan Android 10 Q seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Namun jika melewati batas waktu, OS mobile Huawei itu kemungkinan akan debut melalui Huawei P40 Pro pada awal tahun depan.

OS tersebut tidak hanya untuk smartphone dan tablet, tapi juga laptop Huawei sebagai ganti Windows 10. Selain itu, juga berpotensi digunakan pada perangkat wearable, TV, bahkan mobil.


Langkah Darurat

Salah satu toko resmi Huawei di Beijing, China (AP/Mark Schiefelbein)

Lebih lanjut, dalam sebuah wawancara dengan The Information, Richard mengakui akan segera "terpaksa" merilis ekosistem dan OS sendiri jika perusahaan tetap berada di dalam daftar hitam AS. Ia menilai keputusan AS pada pekan lalu itu sebagai "kejutan besar", dan tidak menyangka bahwa negara tersebut membatasi penggunaan Android.

"Ini (Android) adalah produk konsumen, yang tidak memiliki hubungan dengan masalah keamanan jaringan," tuturnya.

Bersamaan dengan laporan ini, The Information juga mempublikasikan beberapa temuannya terkait alternatif Android dari Huawei. OS tersebut dikenal secara internal sebagai "Project Z", dan saat ini masih jauh dari kata siap. Temuan ini tidak sejalan dengan laporan sebelumnya.

Selain itu, menurut sejumlah sumber, tujuan dari OS tersebut hanya untuk memperkuat perangkat Tiongkok Huawei ketika peralihan ke 5G telah selesai. Perusahaan tidak pernah memperkirakan kehilangan akses ke Android secara internasional.

Alhasil untuk pasar global, perusahaan kini dilaporkan menghadapi tantangan untuk menciptakan keseluruhan ekosistem aplikasi yang akan menarik minat konsumen tanpa memiliki akses ke AS. Tiongkok sendiri saat ini memiliki banyak aplikasi. meski sebagian besar layanan Google diblokir di negara tersebut.

(Dam/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya