Liputan6.com, Damaskus - Anak-anak dari anggota kelompok teroris ISIS banyak yang meninggal karena mereka tidak mendapat pertolongan dari kelompok bantuan dan juga berada dalam pengawasan keamanan yang ketat.
Demikian pendapat LSM medis Dokter Tanpa Batas --Medecins Sans Frontieres (MSF)-- yang mengatakan masalah keamanan dan kurangnya perhatian internasional menyebabkan terjadinya sejumlah kematian.
"Kami merasa ini adalah kematian yang bisa dihindari. Meninggalnya anak-anak karena penyakit yang bisa dicegah adalah hal yang tidak bisa terima," kata manajer MSF di Suriah Will Turner kepada ABC.net.au, dilansir pada Senin (27/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dari sekitar 11 ribu warga asing, tujuh ribu di antaranya adalah anak-anak, menyerahkan diri dan sekarang ditampung di kamp pengungsi al-Hawl di Suriah yang kerap menampun eks-militan ISIS.
MSF mengatakan pembatasan ini menyebabkan para pengungsi tidak mendapatkan layanan kesehatan yang tersedia bagi sekitar 60 ribu pengungsi lain yang ada di kamp pengungsi penampung eks-militan ISIS tersebut.
"Bantuan untuk kawasan yang menampung pengungsi asing itu minimal," katanya.
"Sejauh ini yang diberi akses hanyalah klinik menggunakan mobil dan kami satu-satunya badan yang bekerja di sana," tambahnya.
"Ini berarti para petugas kesehatan kami bekerja dari mobil yang diparkir di sana."
300 Anak-Anak Tewas
Will Turner mengatakan LSM medis MSF khawatir bahwa pertimbangan keamanan lebih dipentingkan dibandingkan masalah kemanusiaan dan kesehatan.
"Persediaan air dan situasi sanitasi di sini buruk sekali, kondisi kesehatan dasar seperti toilet yang bersih, sabun untuk cuci tangan, dan air minum yang bersih, hal-hal yang seperti ini tidak tersedia di kamp."
Pihak berwenang Kurdi yang menguasai wilayah tersebut, Democratic Autonomous Administration of North and East Syria (DAA), mengatakan sekitar 300 anak-anak dari keluarga militan ISIS telah meninggal sejak kantong terakhir mereka, Baghouz, dilumpuhkan.
DAA mengatakan penyebab kematian kebanyakan adalah karena gizi buruk, kurangnya pasok medis, dan sedikitnya dukungan terhadap kamp pengungsi dari PBB.
Advertisement
Masalah Lain Menghadang
Masalah lain adalah enggannya kelompok bantuan dan lembaga donor untuk memberikan bantuan kepada keluarga penuang ISIS, karena keterlibatan mereka dengan kelompok tersebut.
MSF dan Komisi Palang Merah Internasional yang juga membantu keluarga militan ISIS, telah mendesak badan bantuan untuk membantu perempuan dan anak-anak di kamp pengungsi itu tanpa mengindahkan latar belakang mereka.
DAA telah mendesak negara-negara untuk mengambil kembali warga mereka dan mengukuhkan bahwa mereka sedang berunding dengan Australia.
Juru bicara masalah luar negeri DAA Kamal Akef mengatakan bahwa beberapa negara sudah mengambil kembali keluarga namun mereka belum mencapai kemajuan berarti dalam pembicaraan dengan Australia.
"Sudah ada kontak, namun sejauh ini tidak ada langkah praktis yang disetujui."
"Kami berharap adanya peningkatan kerjasama dari pemerintah Australia." katanya.
Akef mengatakan Prancis, Rusia, Sudan dan Swedia sudah mengambil beberapa anak-anak dari militan ISIS, dengan Kosovo dan Kazakhstan sudah mengambil 100 perempuan dan anak-anak dari kamp al-Hawl.
Namun ribuan lainnya masih bertahan di kamp pengungsi itu, dengan musim panas semakin mendekat dan situasi di sana yang semakin memburuk.
"Ini adalah masalah darurat besar. Ada ribuan perempuan dan anak-anak yang berada di kamp dimana kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi." kata Sara Alzawqari, juru bicara Palang Merah Internasional.
"Ketika kesana dan melihat dengan mata sendiri — suasanannya kacau, perempuan yang mengalami cedera, anak-anak yang menangis — tidak ada masa depan, tidak ada lampu, rasanya aneh bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan."
Ribuan Militan Asing di Kamp Detensi Suriah
Selain perempuan dan anak-anak, saat ini ribuan militan asing yang sebelumnya bergabung dengan ISIS ditahan di beberapa penjara di kawasan tersebut.
Sekarang ini menurut DAA, ada sekitar seribu militan asing, yang berasal dari 50 negara dan beberapa diantaranya berasal dari Australia.
Dengan banyaknya keengganan untuk membawa militan asing itu kembali atau membiarkan mereka tetap di Suriah, beberapa pemerintah negara barat mempertimbangkan opsi ketiga.
Militan ISIS tersebut bisa dipindahkan ke Irak, yang memiliki pengadilan khusus kontra terorisme yang bisa menyidangkan mereka dan kemudian melakukan ekstradisi.
Namun pengadilan ini sudah banyak mendapat kritikan karena menyiksa para tahanan, dan menjatuhkan hukuman karena pengakuan yang dipaksa dan peradilan yang tidak bebas.
Banyak tertuduh dijatuhi hukuman mati tanpa ada bukti yang kuat.
Ratusan anak-anak juga masih ditahan oleh pihak berwenang Irak, dengan tuduhan mendukung ISIS.
Advertisement