Cara BI Jaga Nasib Uang Kartal Di Tengah Budaya Nontunai

Instrumen pembayaran digital saat ini sedang tumbuh secara digital di banyak negara, terutama di China.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mei 2019, 18:30 WIB
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Digital ekonomi berkembang sangat pesat termasuk dalam sektor sistem pembayaran. Budaya nontunai (cashless) sudah semakin akrab di kalangan masyarakat. Akibatnya, penggunaan uang kartal atau kertas menjadi berkurang.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa penggunaan uang kertas akan semakin minimal di tengah pesatnya perkembangan instrumen pembayaran digital. Ini akan mempengaruhi peran BI sebagai otoritas penerbit uang.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Erwin Haryono, mengatakan jika instrumen pembayaran saat ini sedang tumbuh secara digital di banyak negara, terutama di China. Adapun keuangan digital meliputi sistem QR Code hingga uang elektronik.

Untuk alasan ini, dia menekankan bahwa Bank Indonesia mau tidak mau harus mengikuti tren tersebut. Sebab, jika tidak, peran Bank Sentral sebagai pencipta uang akan terkikis karena pengembangan sistem pembayaran dikembangkan oleh sektor swasta.

"Ke depan, uang sudah tidak lagi uang kertas, semua digital sehingga proses penciptaan uang akan sangat berubah. Dari sejak awal visi ini harus dipegang karena kalau tidak proses penciptaan uang mungkin tidak lagi dalam kontrolnya bank sentral," kata dia, di Jakarta, Senin (27/5/2019).

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, pencetakan Rupiah dilakukan Bank Indonesia, dengan menunjuk perusahaan milik negara, yaitu Perum Peruri, sebagai pelaksana Pencetakan Rupiah. 

"Padahal kan bank sentral tugasnya menciptakan uang dan menjaga kestabilan uang, uangnya sekarang berbada. Tapi kita tidak berfikri orang tidak pakai uang kertas itu dibanyak negara tetap dipakai tapi tetap ada perkiraan peralihan," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Blue Print

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Dia pun menekankan bahwa melalui blueprint Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025, Bank Indonesia telah mengantisipasi hal ini.

Caranya dengan mendukung integrasi ekonomi keuangan digital nasional sehingga dapat menjamin fungsi bank sentral dalam proses sirkulasi uang, kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan, dan mendukung inklusi keuangan.

"Bentuk penggunaan uangnya bergeser, bentuk konsekuensinya bisa ke monetary policy, stabilitas sistem keuangan, itu yang harus dikaji. Kalau sejak awal kita paham harus bisa melihat semua kemungkinan-kemungkinan itu bisa terintegrasi, proses penciptaan sistem uang digital tetap in control dan jadi pelumas ke mesin ekonomi Indonesia," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya