Liputan6.com, Addis Ababa - Hari ini, tepat 28 tahun silam, sekelompok pemberontak berhasil menduduki Istana Kepresidenan Ethiopia dan memperketat kendali mereka atas ibu kota Addis Ababa.
Hal itu secara efekfti berarti merebut kekuasaan dari hancurnya pemerintahan Marxis, yang memerintah Ethiopia dengan tangan besi selama 17 tahun, demikian Today in History dikutip dari Upi.com pada Senin (27/5/2019).
Beberapa hari sebelumnya di London, pertemuan yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS) menyetujui faksi besar bagi kelompok pemberontak, Front Demokrasi Revolusioner Rakyat Ethiopia (EPRDF), atas kendali Ethiopia dalam bentuk pemerintahan sementara.
Baca Juga
Advertisement
Setelah faksi-faksi yang bertikai juga mencapai kesepakatan gencatan senjata, gelombang pemberontak memasuki Addis Ababa pada malam hari, di tengah laporan-laporan tentang anarki di kota tersebut.
Namun terlepas dari gencatan senjata, pasukan yang tampaknya loyal terhadap pemerintah Ethiopia yang terkepung itu mengajukan perlawanan, dengan mengerahkan artileri berat, granat, dan senapan.
Setelah pertempuran dini yang singkat, pemberontak berhasil menerobos masuk ke kompleks istana yang luas dan mengusir sisa-sisa pengawal presiden elit berkekuatan 3.000 orang.
Pertempuran itu memicu kebakaran dan ledakan di tempat pembuangan amunisi di dalam gerbang istana.
Setelah pertempuran, timbunan amunisi hancur dan kompleks itu dipenuhi dengan tank-tank yang ditinggalkan, kendaraan militer, dan benda-benda artileri. Hanya beberapa jenazah yang terlihat di kompleks.
Para Pejabat Militer Melarikan Diri
Sehari setelah pertempuran, keberadaan Letnan Jenderal Tesfaye Gebre-Kidan, pemimpin sementara pemerintahan Ethiopia, tidak segera diketahui rimbanya.
Tesfaye mengambil alih pemerintahan setelah Presiden Mengistu Haile Mariam --yang berkuasa 14 tahun sejak 1977-- meninggalkan negara itu sepekan sebelumnya.
Mengistu naik ke tampuk kekuasaan setelah kudeta militer menggulingkan monarki tradisional Ethiopia pada 1974, dan menyatakan negara itu sebagai negara sosialis.
Para pejabat militer Ethiopia diduga melarikan diri dari kompleks istana sebelum pemberontak tiba.
Tidak lama berselang, otoritas keamanan bandara di Nairobi, Kenya, mengatakan bahwa 30 hingga 60 perwira tinggi Ethiopia telah tiba di negara itu pada malam pemerontakan, denga menggunakan tiga pesawat kargo buatan Rusia.
Seorang pejabat yang menolak disebutkan namanya mengatakan bahwa ada seorang perwira berpangkat tinggi asal Ethiopia yang ditahan di bandara, namun rinciannya tidak diberikan lebih lanjut.
Advertisement
Memicu Kebakaran di Kompleks Istana
Serangan dini oleh pemberontak di lingkungan istana presiden menyebabkan kebakaran di gudang amunisi setempat. Kepulan asap tebal membumbung ke langit ketika benda-benda berbahaya itu terbakar selama sekitar 90 menit, menghempaskan pecahan bom dan menghancurkan jendela-jendela di dekatnya.
Tidak jelas apakah kebakaran itu dimulai oleh pemberontak, atau pasukan pemerintah yang mencoba untuk mencegah tentara pemberontak mengambil amunisi.
Pemberontak juga mengambil kendali stasiun radio pusat Addis Ababa, menyiarkan pengumuman yang memberitahu orang-orang untuk tidak keluar sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Tetapi penduduk kota tampaknya menyambut pasukan pemberontak, berbaur dengan mereka di jalan-jalan.
Sejarah Lain...
Sementara itu, di tanggal yang sama pada 1964, bapak bangsa India, Jawaharlal Nehru, meninggal di New Delhi, setelah lebih dari setahun hingga 1963, melakukann pengobatan intensif di Kashmir.
Lalu, beberapa tahun sebelumnya, tanggal yang sama pada 1961, menandai perjalanan terakhir rangkaian kereta Orient Express. Ular besi yang legendaris itu menyudahi rute Paris ke Bukares yang telah dilaluinya bolak-balik selama 78 tahun.