Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro optimis pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2019 akan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.
Dia menyatakan, banyak faktor yang membuat ekonomi kuartal II ini mampu tumbuh lebih tinggi. Salah satunya yaitu peningkatan konsumsi masyarakat saat Ramadan dan Lebaran.
"Pengaruh konsumsi masyarakat, karena puasa dan Lebaran. Kemudian, mudah-mudahan investasinya sudah agak ngangkat setelah kuartal I masih banyak yang meng-hold," ujar dia di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, lanjut Bambang, kondisi di dalam negeri dengan adanya aksi-aksi unjuk rasa pasca pengumuman hasil Pemilihan Umum (Pemilu) diharapkan tidak akan berdampak besar terhadap konsumsi masyarakat dan kepercayaan investor.
"Saya masih melihatnya tidak menimbulkan sentimen negatif karena itu sesuatu yang sifatnya sementara," kata dia.
Oleh sebab itu, Bambang yakin jika pertumbuhan ekonomi di kuartal II ini akan lebih baik ketimbang kuartal I 2019 yang tumbuh 5,07 persen."Harusnya lebih baik dari kuartal I karena ada pola musiman juga memang kuartal I biasanya lebih rendah dari pada kuartal berikutnya. Lebih baik dari kuartal I. Kuartal I kan pada intinya 5,07 persen," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Harus Lakukan Ini agar Ekonomi Tumbuh di Atas 5 Persen
Indonesia diyakini mampu keluar dari jebakan pertumbuhan ekonominasional yang hanya di kisaran lima persen melalui peningkatan ekspor, investasi dan memperbesar kontribusi UMKM dalam kegiatan perekonomian nasional.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta mengatakan, selama ini pertumbuhan ekonomi nasional masih bertumpu pada konsumsi, baik konsumsi rumah tangga (RT) maupun konsumsi pemerintah.
"Sejak 1990-an, struktur perekonomian masih di konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, konsumsi pemerintah juga belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi konsumsi pemerintah terhadap perekonomian terbatas di kisaran 9 persen dan ini tidak bisa tumbuh lebih tinggi lagi," kata dia dalam Media Gathering KEIN di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Berdasarkan kondisi tersebut, ia menuturkan, sudah saatnya pemerintah mulai bergeser mengandalkan ekspor dan investasi untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Hal ini juga sesuai dengan mandat Presiden Joko Widodo yang mengatakan kunci pertumbuhan ekonomi saat ini hanya ada dua, yakni kenaikan ekspor dan investasi.
Lebih lanjut Arif menyampaikan, selain mendorong peningkatan ekspor dan investasi, pemerintah juga harus memberi ruang yang lebih luas terhadap UMKM.
Advertisement
Potensi UMKM
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7 persen usaha di Indonesia merupakan usaha mikro, yang menyerap 89,17 persen tenaga kerja domestik serta berkontribusi sebanyak 36,82 persen terhadap PDB Indonesia.
Kendati demikian, perannya masih sangat kecil dalam kegiatan ekspor dan investasi sehingga masih memiliki potensi yang sangat besar.
Dari simulasi yang dilakukan oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), jika 10 persen saja dari UMKM yang ada mengalami kenaikan kelas, hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tembus 7 persen, bahkan mencapai 9,3 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen dapat terwujud apabila UMKM diberdayakan. Tentunya hal ini harus dilakukan melalui kebijakan dengan eksekusi yang baik di sektor terkait,” ucap Arif.
Menurut dia, langkah yang harus diambil untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mendorong program UMKM tumbuh dan naik kelas secara intensif untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Oleh karena itu, meningkatkan peran UMKM dalam aktivitas ekspor dan investasi, baik melalui insentif fiskal maupun moneter wajib dilakukan. Investasi juga dapat diarahkan kepada UMKM, terutama UMKM yang berorientasi ekspor.
"Transformasi UMKM ke arah ekspor menjadi wajib dan UMKM juga harus bergerak untuk memproduksi barang-barang substitusi impor, yang selama ini memberatkan neraca perdagangan nasional," tutur Arif.