Liputan6.com, Jakarta Fotografer lepas, Pio Kharismayongha, mengunggah beberapa foto sebelum dan sesudah aksi 22 Mei 2019 yang berbuntut kerusuhan. Hasil bidikan kameranya diunggah lewat sebuah utas foto di akun Twitter pribadinya @piokharisma. Lewat foto, Pio ingin menunjukkan sisi lain kejadian tersebut.
Beberapa waktu lalu, Health Liputan6.com sempat berbincang dengan Pio soal foto-foto yang diunggahnya viral di media sosial. Dia pun bercerita tentang usaha untuk mendapatkan foto sarat makna yang diunggahnya itu.
Advertisement
"Awalnya hanya ingin mengabadikan saja. Saya bukan dari media, bukan dari mana-mana. Cuma ingin punya koleksi untuk arsip saya sendiri tentang kejadian yang terjadi di hari itu," kata Pio yang sempat memotret aksi 411 pada 4 November 2016 tersebut.
Ketika mengambil gambar aksi 22 Mei yang terjadi siang hari, Pio tidak tahu bakal berbuntut kerusuhan beberapa saat kemudian.
"Saya benar-benar tidak menyangka akan ada kejadian seperti itu," kata Pio ditulis Rabu (29/5/2019).
Dia mengaku baru tahu adanya kerusuhan dari pemberitaan. Itupun ketika sudah hampir tiba di rumahnya.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Kerusuhan Pagi 23 Mei 2019
Pio berpikir untuk kembali ke lokasi ketika kerusuhan terjadi. Namun, dia dan temannya merasa bahwa terlalu berisiko apabila itu dilakukan. Akhirnya, dia memutuskan untuk kembali keesokan paginya.
Sekitar 23 Mei 2019, Pio kembali ke lokasi di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat. Dia masih melihat banyak petugas kepolisian di sana. Wajah-wajah kelelahan terlihat , sebagian sudah melakukan apel pagi dan ada yang bersiap kembali ke rumahnya.
"Sisa gas air mata masih kencang, mata perih banget. Masih banyak polisi yang cuci muka, membasuh dengan air biar tidak terlalu perih. Bahkan, sudah ada apel pagi, sudah ada yang siap-siap pulang. Saya pikir sudah tidak ada apa-apa lagi," kata Pio.
Namun, di dekat Bawaslu masih ada perusuh yang melempari batu dan petasan. Kejadian pagi, cerita Pio, berlangsung sangat cepat.
Pio sempat mengambil beberapa gambar terkait kerusuhan tersebut. Salah satunya kondisi di sekitar Sarinah.
"Waktu massa yang terakhir, saya kebetulan pas sampai di samping Bawaslu, polisi sedang bergerak untuk membubarkan massa yang terakhir. Mereka sudah siap menyiapkan barisan, motor-motor trail sudah dinyalakan," ungkapnya.
Dia merasa saat itu perusuh sudah terlalu keterlaluan karena waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Apabila polisi gagal menghentikan mereka, para perusuh dirasa tidak akan berhenti. Sekitar pukul 7 pagi, polisi sudah kembali ke posisi dan diminta untuk kembali.
"Itu cepat banget. Saya lihat dari data di foto, kira-kira sekitar 15 menit doang."
Advertisement
Curhat Polisi dan Gaya Narsis Peserta Aksi
Ketika membidik foto, Pio mencoba untuk terus dekat dengan para awak media. Dia juga sempat ditanyai dan "dicurhati" oleh seorang petugas kepolisian.
"'Tolong disampaikan yang baik. Kami polisi sekarang sedikit-sedikit salah, sedikit-sedikit salah.' Waktu didatangi itu saya sempat khawatir kalau disuruh hapus foto, tapi ternyata tidak," Pio menceritakan.
Pio juga sempat mendapatkan foto beberapa demonstran di siang hari (22 Mei 2019). Tidak terlihat tanda-tanda kerusuhan dari mereka saat itu. Beberapa ibu-ibu bahkan sempat bergaya ketika difoto oleh Pio.
"Menurut saya, mereka mungkin tidak menyangka (akan ada kerusuhan). Saat mau waktunya salat asar, sudah banyak dari mereka yang pulang. Itu menurut saya, soalnya banyak yang jalan menjauhi truk orator. Banyak yang menjauh, saya pikir mau pulang," ujarnya.
Pio sendiri mengunggah beberapa foto di akun Twitternya. Lewat gambar-gambar yang viral, dia memperlihatkan kondisi orang-orang yang terdampak kerusuhan seperti para pedagang.
"Pada saat sore (sebelum kerusuhan) mereka santai-santai saja," kata Pio.
Namun, ketika dan setelah terjadi keributan, banyak dari mereka yang tidak terlihat.
Siapapun Presidennya, Mereka Hanya Ingin Cari Makan
Pio punya tujuan ketika memperlihatkan gambar-gambar di balik aksi 22 Mei tersebut. Dia mengatakan, sudah banyak visual soal kerusuhan di berbagai media, namun tidak banyak yang melihat sisi lain di sekitar aksi tersebut.
"Menurut saya, di sebuah aksi massa itu banyak orang-orang lain yang jadi terdampak. Ada yang positif, ada yang negatif," kata Pio.
Apabila dampak negatifnya adalah tutupnya banyak toko dan pusat perbelanjaan di sekitar lokasi kerusuhan, sisi positif terlihat dari para pedagang yang seakan hanya ingin mencari sesuap nasi dari kejadian itu.
"Saya merasa mereka seakan 'bodo amat' siapapun presidennya, mereka hanya ingin cari makan. Seperti yang jualan aksesoris garuda merah untuk pendukung Prabowo, mungkin mereka bodo amat juga, tapi kalau mereka jualan itu pasti laris. Ibaratnya sesuai segmen saja, bisa memanfaatkan pasar dan situasi."
Dia juga ingin memperlihatkan bahwa sesungguhnya tidak masalah apabila orang ingin berdemonstrasi. Namun, ketika memaksakan orang lain untuk mengikuti keinginan mereka, apalagi dengan cara-cara anarkis, malah merugikan masyarakat lainnya.
"Itu hak untuk menyampaikan aspirasi. Itu wajar, tetapi kalau sudah lebih dari itu, tolong itu dipikir baik-baik. Banyak orang yang tidak tahu apa-apa, orang yang hanya ingin bisa makan untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Bisa terbayang mereka yang biasa dapat penghasilan 100 sampai 200 ribu rupiah per hari, hari itu tidak dapat apa-apa," kata Pio.
"Mereka tidak peduli kalian mau demo, asal jangan bikin rusuh saja. Karena malah membuat kehidupan mereka jadi lebih berat nantinya."
Advertisement