Liputan6.com, Baghdad - Seorang juru bicara pengadilan Irak mengatakan, telah menyerahkan sebanyak 188 anak kepada Turki. Anak-anak tersebut adalah keturunan para militan ISIS yang berasal dari Negeri Ataturk.
Seorang hakim Irak bernama Abdul Sattar Bayraqdar mengatakan penyerahan berlangsung pada Rabu, 29 Mei 2019 di Bandara Baghdad. Proses serah-terima itu disaksikan oleh perwakilan dari pemerintah Turki dan Irak serta organisasi-organisasi internasional, sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia pada Kamis (30/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dalam pernyataan yang sama, disebutkan bahwa terdapat beberapa orang dewasa --tidak dijelaskan apakah mereka militan ISIS atau tidak -- yang turut diserahkan dalam kesempatan tersebut. Mereka dikatakan telah dihukum karena melintasi perbatasan negara secara ilegal dan telah menjalani hukuman mereka.
Ribuan orang asing yang bertempur untuk kelompok teroris ISIS telah diadili sesuai sistem peradilan Irak sebelumnya.
Presiden Irak Barham Salih juga telah melakukan kunjungan singkat ke Turki pada Selasa, 28 Mei 2019 dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Ribuan Anak ISIS Sempat Terancam Tak Berkewarganegaraan
Setelah ditolaknya dua perempuan anggota ISIS untuk kembali ke negara asal pada Februari 2019 lalu, perhatian publik sempat tertuju pada nasib anak-anak mereka.
Sebagaimana diketahui bahwa Shamima Begum, anggota ISIS ingin kembali ke Inggris demi anak yang baru saja dilahirkannya namun ia ditolak. Senada dengan Begum, Hoda Muthana mengaku menyesal dan ingin kembali ke AS demi anaknya yang berusia 18 bulan.
Dua perempuan itu telah ditolak oleh Inggris dan AS, terancam tak memiliki kewarganegaraan. Namun nasib anak-anak mereka jauh lebih mengkhawatirkan.
Setidaknya Terdapat 2.500 Anak
Anak dari Shamima dan Muthana adalah sebagian kecil dari ribuan anak-anak yang terjebak di Suriah.
Berdasarkan data dari lembaga Save the Children, setidaknya terdapat 2.500 anak militan ISIS di Suriah, dikutip dari BBC News pada Jumat, 22 Februari 2019. Jumlah itu berasal dari 30 negara di dunia, yang ditemukan di tiga kamp pengungsian, di basis pertahanan terakhir ISIS.
Menurut laporan International Centre for the Study of Radicalisation (ICSR), setidaknya 3.704 anak telah di bawa masuk ke teritori ISIS. 460 berasal dari Prancis, 350 dari Rusia, serta 400 di Maroko. Jumlah itu belum termasuk ratusan anak lain yang dilahirkan oleh militan di tempat konflik.
Pada Juli 2018, ICSR melaporkan setidaknya terdapat kelahiran 730 bayi. Belum terdapat informasi terbaru hingga saat ini.
Advertisement
Dalam Kondisi Mengenaskan
Menurut laporan Save the Children, anak-anak militan ISIS sempat berada dalam tempat yang membahayakan, setidaknya pada Februari 2019. Mereka hidup di kamp pengungsian dan tidak mendapatkan makanan serta perawatan medis yang layak.
Sementara itu, ratusan anak juga sempat merasakan sesaknya penjara. Mereka ditahan bersama ibu mereka yang dinyatakan bersalah.
Berbagai organisasi yang peduli terhadap kemanusiaan serta hak anak, telah menyerukan masyarakat dunia untuk peduli terhadap hal ini.
"Semua anak yang lahir dari pihak yang berasosiasi dengan ISIS adalah korban dari konflik dan harus diperlakukan dengan baik," kata Kirsty McNeill dari Save the Children.
Sementara itu, Usama Hasan, kepala Studi Islam di Quilliam International mengatakan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab untuk mengambil kembali anak-anak militan ISIS.
"Ada tanggung jawab moral bagi setiap negara untuk mengambil kembali anak-anak ini." kata Usama.
Meskipun demikian, pemulangan anak tidak serta merta tanpa konsekuensi.
"Anak-anak, khususnya anak laki-laki, telah menjalani indoktrinasi psikologis dan pelatihan militer intensif di wilayah ISIS sejak usia yang sangat muda," kata Gina Vale, penulis di ICSR.
Meskipun terdapat risiko, Vale mengatakan bahwa tidak membawa anak-anak kembali ke negara asal, justru akan mendatangkan konsekuensi yang lebih buruk di masa yang akan datang.
Hingga saat ini, jalan keluar yang dirasa paling mungkin adalah mempraktikkan adopsi berlandaskan hak asasi manusia, untuk repatriasi dan rehabilitasi.