Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi pengembalian bea keluar sebesar Rp 1,82 triliun atas ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia.
Potensi pengembalian bea keluar tersebut karena adanya perbedaan tarif bea keluar dalam Nota Kesepahaman antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM) dengan PT Freeport Indonesia(FI) dengan Tarif bea keluar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
Dikutip dari dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 yang dirilis oleh BPK, Jumat (31/5/2019), dalam menghitung target penerimaan bea keluar tahun 2018, Kementerian Keuangan tidak memperhitungkan potensi peningkatan bea keluar sebagai dampak diterbitkannya PMK Nomor 13/PMK.010/2017.
Dengan terbitnya PMK Nomor 13/PMK.010/2017, terdapat potensi penambahan bea keluar karena PMK tersebut mengatur tarif berdasarkan tingkat kemajuan pembanguna fisik fasilitas pemurnian (smelter).
Baca Juga
Advertisement
PMK sebelumnya yaitu PMK 153/PMK.011/2014 mengatur bahwa penghitungan tingkat kemajuan pembangunan smelter termasuk didalamnya penempatan jaminan kesungguhan.
Dengan demikian, PT FI (Freeport Indonesia) dan PT AMNT (Amman Mineral Nusa Tenggara) yang semula dikenakan tarif 5 persen karena adanya penempatan jaminan kesungguhan berpotensi dikenakan tarif 7,5 persen karena jaminan kesungguhan tersebut sudah tidak diperhitungkan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa adanya kebijakan nasional dalam perubahan tarif bea keluar tersebut tidak diperhitungkan dalam menyusun estimasi penerimaan bea keluar TA 2018.
Berdasarkan hasil penelusuran pada 109 dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)PT FI selama tahun 2018 diketahui bahwa PT FI selalu memberitahukan bea keluar dengan menggunakan tarif 5 persen. Total nilai Bea Keluar yang diberitahukan oleh PT FI pada 109 PEB tersebut sebesar Rp 2,71 triliun. Namun atas pemberitahuan tersebut, DJBC menetapkan tarif sebesar 7,5 persen.
Selain PT Freeport Indonesia, eksportir konsentrat tembaga lainnya adalah PT AMNT. Berdasarkan hasil penelusuran pada 25 dokumen PEB PT AMNT selama tahun 2018 diketahui bahwa PT AMNT selalu memberitahukan bea keluar dengan menggunakan tarif 7,5 persen. Total nilai bea keluar yang diberitahukan oleh PT AMNT pada 25 PEB tersebut adalah sebesar Rp 458,42 miliar.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Freeport Berencana Ajukan Tambahan Kuota Ekspor
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) berencana menambah kuota ekspor pada 2019. Penambahan kuota ekspor tersebut diajukan, sebab Freeport masih mempunyai stok di open pit yang bisa digunakan.
"Ada rencana mengajukan kuota ekspor, tapi belum tau berapa besarnya dan belum tau kapan," kata Juru Bicara PTFI, Riza Pratama, di Jakarta, seperti ditulis Kamis (9/5/2019).
Dia menuturkan, saat ini pihaknya masih menghitung besaran tambahan kuota ekspor yang bakal diajukan. Besaran pengajuan kuota tersebut, lanjut Riza, selain dipengaruhi oleh stok yang ada perusahaan juga masih menunggu minat pasar ekspor.
"Kalau yang minat atau standby buyer pasti ada. Makanya besarannya berapa tetap perlu kami hitung," ujar Riza.
BACA JUGA
Terkait pasar ekspor, kata Riza, saat ini PTFI masih mengandalkan pasar-pasar konvensional, seperti China, Jepang dan Korea Selatan.
"Mereka punya smelter juga, Cina, Jepang, India, Korea. Itu pasar pasar ekspornya," tutur Riza.
Konsentrat yang diekspor oleh Freeport memang menjadi salah satu pasokan konsentrat terbesar bagi negara-negara industri tersebut.
Pada 2019, PTFI mendapatkan jatah produksi sebesar 1,2 juta ton konsentrat. Hasil produksi tersebut digunakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas smelter dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor.
Advertisement