Liputan6.com, Washington - Amerika Serikat (AS) akan memberlakukan tarif mulai dari lima persen terhadap impor barang Meksiko.
Langkah tersebut dilakukan seiring pemerintah AS berjuang untuk membendung lonjakan imigran ilegal yang melintasi perbatasan selatan.
Presiden AS, Donald Trump menuturkan, tarif akan mulai dari lima persen pada 10 Juni naik menjadi 10 persen pada 1 Juli. 15 persen pada 1 Agustus, 20 persen pada 1 September dan naik ingga 25 persen pada 1 Oktober kecuali Meksiko mengambil langkah-langkah untuk menghentikan gelombang.
Baca Juga
Advertisement
Langkah Donald Trump tersebut merupakan ketegangan dramatis untuk mengendalikan sejumlah gelombang imigran ilegal yang telah meningkat terlepas dari upayanya membangun tembok perbatasan dan mengambil langkah-langkah lain.
Pejabat AS mengatakan, 80 ribu orang ditahan dengan rata-rata 4.500 orang tiba setiap hari. "Jika kasus migrasi ilegal dikurangi melakukan tindakan efektif yang dilakukan oleh Meksiko akan ditentukan dalam kebijakan dan penilaian kami sendiri, tarifnya akan dihapus," ujar dia, seperti dikutip dari laman Reuters, Jumat (31/5/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Semua Produk Meksiko Kena Tarif?
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Meksiko untuk Amerika Utara, Jesus Seade menuturkan, akan menjadi bencana jika Trump melewati ancamannya untuk mengenakan tarif.
Trump menyatakan, dia bertindak di bawah kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam International Emergency Economic Power. Sebelumnya ia berkampanye untuk pemilihan pada 2016 dengan janji menindak imigrasi ilegal dan frustasi dengan imigran yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
"Kerja sama pasif Meksiko dalam memungkingkan serangan masal ini merupakan ancaman darurat dan luar biasa bagi keamanan dan ekonomi nasional Amerika Serikat," ujar Trump.
"Meksiko memiliki undang-undang imigrasi yang sangat kuat dan dapat dengan mudah menghentikan imigran ilegal termasuk mengembalikan mereka ke negara asalnya,” ia menambahkan.
Kepala Staf Gedung Putih, Mick Mulvaney menuturkan, kalau semua produk Meksiko akan terkena tarif impor.
Advertisement
AS Tak Bakal Rugi Akibat Perang Dagang
Sebelumnya, Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali berlanjut disebut tidak akan merugikan AS. Dampak ke Negeri Paman Sam dinilai akan kecil meski ada adu tarif besar-besaran.
Alasan kuatnya ekonomi AS adalah diversifikasi. Artinya, AS mengandalkan beragam sektor sebagai penghasilan ekonomi mereka dan tidak bergantung ke satu saja.
"Saya pikir AS adalah ekonomi yang begitu besar dan terdiversifikasi sehingga dampak terhadap ekonomi keseluruhan akan relatif kecil," ujar Presiden Federal Reserve dari St. Louis, James Bullard, seperti dikutip Reuters.
Menurut Bullard, perang dagang baru akan merugikan AS jika terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, negara-negara luar AS yang tergantung pada dagang juga lebih merasakan dampak perang dagang.
Umumnya, negara-negara itu hanya terseret oleh perang dagang yang terjadi. Pakar dari Morgan Stanley pun mengatakan buntunya negosiasi perang dagang bisa membawa resesi ke ekonomi seluruh dunia.
"Jika pembicaraan ini terhambat, tak ada kesepakatan yang disetujui, dan AS menerapkan 25 persen tarif kepada sekitar USD 300 miliar barang impor China, kami melihat ekonomi global menuju resesi," tulis Morgan Stanley.
Resesi ekonomi dunia ditandai pertumbuhan di bawah 2,5 persen. Tahun ini, IMF memperkirakan pertumbuhan dunia adalah 3,3 persen tahun ini, turun dari perkiraan tahun 2018 yakni 3,7 persen.
Perang dagang AS-China kembali berlanjut ketika Presiden Donald Trump menerapkan tarif baru pada Jumat, 10 Mei 2019. Kedua negara sempat mengambil gencatan senjata pada Desember lalu. Negosiasi dagang pun masih terus berlanjut.