S&P Dongkrak Peringkat Utang Indonesia, Ini Tanggapan Bos BI

Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan sovereign credit rating Republik Indonesia dari BBB-/outlook stabil menjadi BBB/outlook stabil.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Mei 2019, 18:49 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/1). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan sovereign credit rating Republik Indonesia dari BBB-/outlook stabil menjadi BBB/outlook stabil pada 31 Mei 2019.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menuturkan, Indonesia menyambut baik hasil asesmen S&P yang positif. Indonesia kini memperoleh status investment grade dengan level sama dari ketiga lembaga rating utama yaitu S&P, Moody’s dan Fitch.

Hal ini menunjukkan lembaga rating itu memiliki kepercayaan tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia, didukung oleh sinergi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.

"Ke depan, BI dan pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang dan inklusif," ujar Perry, seperti dikutip dari laman BI, Jumat (31/5/2019).

S&P sebelumnya mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB-/outlook Stabil (Investment Grade) pada 31 Mei 2018

Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pasca-terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo.

Selain itu, perbaikan sovereign credit rating Indonesia juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Alasan S&P

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama (peers).

Hal ini menunjukkan, kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.

Secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir, pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh meyakinkan sebesar 4,1 persen, jauh lebih tinggi daripada negara peers yang tercatat rata-rata sebesar 2,2 persen. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.

Lebih lanjut, konsumsi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan PDB diikuti oleh investasi sebagai kontributor yang cukup besar selama lima tahun terakhir.

Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia.

 

 

 


Sisi Fiskal

Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi fiskal, rasio utang Pemerintah diperkirakan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan dari proyeksi keseimbangan fiskal yang juga stabil. Rasio utang pemerintah terhadap PDB diperkirakan tetap sehat di bawah 30 persen seiring dengan terjaganya defisit fiskal dan pertumbuhan PDB.

Di sisi eksternal, keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 175 bps dianggap sebagai kebijakan yang proactive sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko yang bersumber dari kerentanan eksternal.

Selain itu, S&P juga meyakini, Indonesia tidak menghadapi extraordinary risk terhadap pemburukan pembiayaan eksternal karena didukung oleh akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan serta arus masuk PMA dalam beberapa tahun terakhir di tengah volatilitas eksternal yang cukup tajam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya