Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus yang menimpa Mantan Kepala Staf Kostrad, Kivlan Zen. Saat ini, Kivlan sudah ditetapkan sebagai kasus dugaan makar oleh penyidik Bareskrim Polri.
"SPDP (Kivlan Zen) sudah diterima," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Advertisement
Meski begitu, Prasetyo belum mengetahui SPDP yang diterimanya terkait kasus makar atau kepemilikan senjata api ilegal. Menurut Prasetyo, dua kasus yang menjerat Kivlan saling berkaitan.
"Kita lihat nanti, ya senjata, ya makar. Karena kan saling berkaitan, yang pasti penyidik punya alat bukti cukup untuk menyatakan seseorang jadi tersangka," ucap Prasetyo.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka kasus dugaan makar. Hal itu, disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.
"Sudah tersangka," kata Dedi saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin 27 Mei 2019 lalu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ajukan Penangguhan Penahanan
Purnawirawan TNI, Kivlan Zen ditahan di Rutan Guntur setelah diperiksa selama 24 jam atas kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Sebelum dibawa ke Rutan Guntur, Kivlan menjalani pemeriksaan kesehatan di Biddokkes Polda Metro Jaya.
Salah satu pengacara Kivlan Zen, Djuju Purwantoro menyampaikan, pihaknya akan mengajukan penangguhan penahanan. Kesehatan dan usia lanjut, 73 tahun, menjadi pertimbangan pengajuan penangguhan penahanan tersebut.
"Alasan (pengajuan) penangguhan penahanan itu normatif. Artinya, apa yang disangkakan ataupun penahanannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kesehatan juga karena sekarang usianya 73," jelas Djuju di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis 30 Mei 2019.
Pengajuan penangguhan penahanan akan disampaikan pada Jumat 31 Mei 2019. Penjaminnya adalah istri Kivlan Zen dan beberapa rekan kliennya. Pihaknya juga akan mengajukan praperadilan.
"Alasannya penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan. Kemudian apa yang disangkakan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Normatif itu," ujar Djuju.
Advertisement