Arab Saudi: Konflik di Teluk Persia Ancam Kelancaran Pasokan Minyak Global

Arab Saudi mengingatkan bahwa konflik yang memanas di Teluk Persia bisa berdampak pada terganggunya pasokan minyak global.

oleh Happy Ferdian Syah UtomoSiti Khotimah diperbarui 01 Jun 2019, 18:00 WIB
Raja Salman merupakan kepala negara Arab Saudi pertama yang menjejakkan kaki di Rusia (AP Photo/Ivan Sekretarev)

Liputan6.com, Mekkah - Penguasa Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman, mengumumkan pada hari Sabtu bahwa "serangan teroris" di kawasan Teluk dapat mengganggu pasokan minyak global.

Hal itu disampaikan oleh Raja Salman ketika ia berusaha untuk menggalang dukungan di antara negara-negara Islam terhadap musuh bebuyutan Iran, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Sabtu (1/6/2019).

Raja Salman berbicara pada pertemuan 57 anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di kota suci Mekah, tepatnya pada agenda puncak yang membahas isu Iran.

Sebagai pengekspor minyak utama dunia, Arab Saudi telah meningkatkan ketegangan dengan Iran pasca-serangan sabotase terhadap empat kapal komersial di Teluk Persia, beberapa waktu lalu.

"Kami mengkonfirmasi bahwa tindakan teroris tidak hanya menargetkan kerajaan dan wilayah Teluk, tetapi juga menargetkan keselamatan navigasi dan pasokan minyak dunia," kata Raja Salman kepada negara-negara anggota OKI.

Dalam sebuah twit tepat sebelum dimulainya KTT, sang raja bersumpah untuk menghadapi "ancaman agresif dan kegiatan subversif".

Dua dari seluruh kapal tersebut merupakan milik Arab Saudi yang sedang beroperasi untuk mengangkut ekspor minyak mentah.

Di saat bersamaan, salah satu fasilitas jaringan pipa minyak Saudi juga diserang oleh dua pesawat tak berawak (drone) milik pemberontak Yaman, yang didukung Iran.

Meski begitu, Iran membantah keras terlibat dalam seluruh serangan tersebut.

 

 


Digelar Setelah Tudingan Penasehat Keamanan AS

John Bolton, Penasihat Keamanan Donald Trump yang Baru: Jika Mau Damai, Bersiaplah Perang. Foto diambil saat Bolton jadi dubes AS untuk PBB pada 2005 (Dennis Cook/Associated Press)

KTT itu digelar setelah penasihat keamanan nasional pemerintah Donald Trump, John Bolton, mengatakan bahwa tambang laut Iran "hampir pasti" bertanggung jawab atas kerusakan empat kapal di lepas Uni Emirat Arab pada 12 Mei.

Temuan penyelidikan lima negara tentang apa yang terjadi belum dirilis.

Iran menolak tuduhan Bolton sebagai "menggelikan", dan menuduhnya mengejar keinginan jahat untuk kekacauan di wilayah Teluk.

Ketegangan regional meningkat sejak pemerintahan Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, setelah Washington secara sepihak menarik keluar dari perjanjian nuklir multilateral 2015.

Tetapi, beberapa waktu terakhir, Trump tampaknya melunakkan nadanya terhadap Teheran, mengatakan dalam kunjungannya ke Jepang pada Senin lalu, bahwa pemerintahnya tidak menginingkan "perubahan rezim".


Presiden Turki Tidak Datang

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara dalam menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Selain absenya Iran, pertemuan puncak OKI kali ini juga tidak dihadiri oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang justri diwakili oleh menteri luar negerinya, Mevlut Cavusoglu.

Ketidakhadiran Erdogan, menurut beberapa pengamat, berkaitan dengan masih belum selesainya penyelesaian kasus pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul, tahun lalu.

Khashoggi, yang merupakan kontributor surat kabar Washington Post, disebut tewas secara tragis oleh sebuah "operasi jahat" yang dituduhkan pada kelompok suruhan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman.

Jaksa penuntut Saudi telah membebaskan sang pangeran, dan mengatakan sekitar dua puluh orang ditahan atas tuduhan terlibat dalam kasus tersebut, di mana lima di antaranya dijatuhkan hukuman mati.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya