Liputan6.com, California - Bulan, satelit alami Bumi, selalu memantulkan cahaya berwarna putih yang umumnya kita tahu sebagai pantulan sinar matahari. Namun, benarkah sepenuhnya demikian?
Astronom telah mengetahui tentang sinar misterius itu sejak (setidaknya) pada akhir 1960-an, ketika Barbara Middlehurst dan Patrick Moore meninjau literatur ilmiah dan menemukan hampir 400 laporan kejadian aneh yang terjadi di Bulan.
Advertisement
Daerah kecil di permukaan Bulan akan tiba-tiba menjadi lebih terang atau lebih gelap, tanpa penjelasan yang jelas. Survei para ilmuwan tentang penerangan dan peredupan tersebut, yang mereka sebut sebagai "lunar transient phenomena" sudah diterbitkan dalam jurnal Science pada 27 Januari 1967.
Tetapi kemudian, para astronom membalikkan kata-kata itu dan menyebutnya menjadi "transient lunar phenomena" atau "fenomena Bulan sementara".
"Cahaya yang dipancarkan biasanya berwarna kemerahan atau merah muda, kadang-kadang dengan penampilan yang 'berkilau'," tulis astronom AA Mills dalam jurnal Nature yang dipublikasikan pada Maret 1970.
"Warna tersebut dapat mencapai jarak 10 mil (16 kilometer) atau lebih di permukaan Bulan, dengan bintik-bintik yang lebih terang antara 3 sampai 5 kilometer, dan umumnya terkait dengan penutup fitur permukaan. Durasi rata-rata suatu peristiwa adalah sekitar 20 menit, tetapi mungkin bertahan sebentar-sebentar selama beberapa jam," lanjutnya, seperti dikutip dari Live Science, Minggu (2/5/2019).
Kerap Terjadi
Mills mencatat bahwa fenomena itu tidak meninggalkan bekas yang jelas di permukaan Bulan setelah kejadian tersebut berlalu.
Transient lunar phenomena sekarang diketahui terjadi beberapa kali dalam seminggu. Tahun ini, sebuah tim astronom kembali melakukan tugas untuk mencari tahu tentang itu, dengan sebuah observatorium yang dirancang khusus.
Instrumen baru tersebut mengamati Bulan secara konstan menggunakan dua kamera yang terletak sejauh 60 mil (100 km) di utara Seville, Spanyol. Ketika kedua kamera melihat cahaya putih di Bulan, alat ini akan langsung merekamnya dalam bentuk foto dan video dengan resolusi tinggi.
Kemudian, hasilnya akan dikirim via email ke Julius-Maximilians-Universität Würzburg (JMU) di Bavaria, Jerman, yang mengoperasikan teleskop.
Advertisement
Belum Sempurna
Meski demikian, observatorium itu masih berada dalam tahap pengembangan dengan perbaikan yang berkelanjutan untuk perangkat lunaknya, sejak beroperasi secara daring pada April 2019.
"Aktivitas seismik juga diamati di Bulan. Ketika permukaan bergerak, gas yang memantulkan sinar matahari bisa lepas dari bagian dalam Bulan," ujar Hakan Kayal, seorang peneliti di JMU dan kepala proyek teleskop.
"Teleskop ini diharapkan mampu menjelaskan fenomena Bulan yang terus bercahaya, beberapa di antaranya berlangsung berjam-jam," imbuhnya.
Kayal menambahkan, mengingat rencana NASA dan lembaga antariksa lain di dunia yang saat ini sendang gencar ingin mendirikan pangkalan di Bulan, maka penting untuk mengetahui apa yang terjadi di satelit alami Bumi tersebut, sehingga orang-orang yang tinggal di sana dapat benar-benar siap untuk menghadapi lingkungan aneh.