Liputan6.com, Jakarta Alat mesin pertanian (alsintan) jadi salah satu solusi meningkatkan efisiensi usaha petani. Guna memudahkan pengelolaan alsintan, Kementerian Pertanian (Kementan) pun menggencarkan program pengembangan Pertanian Korporasi Berbasis Mekanisasi (PKBM).
Direktur Alsintan, Andi Nur Alam Syah mengatakan salah satu bagian PKBM, aplikasi UPJA Smart Mobile sudah diluncurkan tahun lalu di Jawa Tengah. Dengan adanya aplikasi tersebut, petani akan lebih mudah untuk menyewa alsintan, baik traktor atau pun combine harvester, karena sistemnya digital.
Advertisement
"Kita sudah uji coba di lima lokasi untuk pengembangan mekanisasi berbasis korporasi. Nantinya tiap UPJA difasilitasi Smart Mobile. Jadi ke depan ada Go-Jek Alsintan. Saat ini kita terus berupaya memperbaiki sistemnya," tutur Andi, Senin (27/5).
Sementara itu Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy menjelaskan PKBM meliputi pembuatan gudang alsintan, legalisasi struktur organisasi, pelatihan manajemen dan aplikasi UPJA Smart Mobile, dan penetapan petugas pendamping lapangan.
"Kegiatan ini sudah ada percontohannya di lima lokasi Kabupaten Tuban Jawa Timur, Sukoharjo Jateng, Konawe Selatan Sultra, Barito Kuala Kalsel, dan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel," kata Sarwo.
Sampai saat ini menurutnya Ditjen PSP telah menyalurkan bantuan alsintan tidak kurang dari 350 ribu unit. Terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, cooper, cultivator, ekskavator, hand sprayer, implemen alat tanam jagung, dan alat tanam jagung semi manual.
Pada 2015 alsintan yang disalurkan sebanyak 54.083 unit, 2016 148.832 unit, 2017 82.560 unit, dan 2018 sebanyak 112.525 unit. Alsintan tersebut telah diberikan kepada kelompok tani/gabungan kelompok tani, Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) dan brigade alsintan.
"Bantuan alsintan itu merupakan terbesar sepanjang sejarah Indonesia," ujarnya.
Sarwo menjelaskan ada beberapa alasan pemerintah mendorong mekanisasi pertanian, di antaranya luas lahan pertanian makin menyusut yang diperkirakan konversi lahan mencapai 110 ribu ha/tahun, usaha tani belum efisien, dan kehilangan hasil masih cukup tinggi.
Selain itu menurutnya tenaga kerja petani juga makin berkurang. Apalagi di sisi lain generasi muda banyak yang tidak mau terjun ke usaha tani karena alasan kotor dan panas.
"Karena faktor-faktor itu kita ingin dengan alsintan mengubah mindset petani, dari bertani secara tradisional ke modern. Kita juga ingin usaha tani menjadi lebih efisien," katanya.
Sarwo mencontohkan, jika pengolahan lahan menggunakan tenaga manusia (cangkul), maka dalam 1 hektare sawah diperlukan 30-40 orang, lama pengerjaannya 240-400 jam/ha, sedangkan biayanya mencapai Rp 2-2,5 juta/ha.
Sementara dengan alsintan (traktor tangan) hanya diperlukan tenaga kerja 2 orang, jumlah jam kerja hanya 16 jam/ha dan biayanya Rp 900 ribu-1,2 juta hektare.
Hal tersebut juga berlaku saat panen. Jika menggunakan alsintan hanya perlu 3 jam sudah selesai, sedangkan menggunakan tenaga manusia perlu waktu 1 minggu. Keuntungan lainnya adalah saat tanam bisa serentak, karena pengolahan lahan bisa cepat, sehingga petani bisa tanam 3 kali setahun.
(*)