Ugal-Ugalan di Jalan, Pengendara Toyota Fortuner Berpelat Polisi Kena Batunya

Sebuah kendaraan ber-pelat nomor dinas kepolisian, diberhentikan oleh satuan Polres Bogor

oleh Arief Aszhari diperbarui 03 Jun 2019, 16:06 WIB
Pengendara Toyota Fortuner Ber-pelat Polisi Kena Batunya (Instagram)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kendaraan berpelat nomor dinas kepolisian, diberhentikan oleh satuan Polres Bogor. Mobil berjenis Toyota Fortuner ini dikemudikan secara ugal-ugalan, dan mengawal kendaraan lain menggunakan rotator dan strobo dengan sembarangan.

Melansir dari berbagai sumber, mobil hitam doff berpelat nomor 3553-07 ini dikendarai secara sembarangan, dan bahkan membelah jalan (contra flow) dengan ugal-ugalan.

Dalam video yang diunggah akun instagram @polantasindonesia, kendaraan ini kemudian diberhentikan oleh Ipda Danny beserta anggotanya, dan mendapati jika pengemudi mobil ini hanyalah seorang pelajar dan bukan anggota kepolisian.

"Ipda Danny beserta anggota menghentikan kendaraan berplat dinas polri yang melakukan pengawalan terhadap kendaraan lain secara ugal-ugalan," tulis akun tersebut sebagai caption dipostingan yang dilihat Liputan6.com, Senin (3/6/2019).

Jika dilihat dari peraturan yang berlaku, sejatinya mobil warga sipil tidak diperbolehkan menggunakan rotator dan strobo sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 2009.

Namun, dalam kasus ini, mobil kepolisian memang diperbolehkan menggunakan hal tersebut, namun kembali lagi, apakah memang ada keperluan yang penting atau siapa yang ada di mobil tersebut.

 


Pengendara di bawah umur

Sementara itu, berbicara soal pengendara di bawah umur, baik di mobil ataupun motor memang masih sangat mengkhawatirkan. Anak di bawah umur dari sisi aspek kejiwaan memiliki sifat labil dalam mengendalikan emosionalnya.

Karena itu, saat berkendara kendaraan bermotor dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.

Fenomena anak dibawah umur yang mengendarai kendaraan sepeda motor merupakan masalah sosial dan hukum yang perlu mendapatkan perhatian bersama.

"Mengapa fenomena ini menjadi masalah sosial, karena kejadian tersebut berada di jalan yang digunakan untuk ruang lalu lintas umum dan masyarakat. Melihat kejadian tersebut, seakan-akan masyarakat menjustifikasi atau melakukan pembenaran dengan alasan efesiensi mobilitas, tanpa memperhitungkan risiko yang akan terjadi," terang Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya