Liputan6.com, Washington DC - Mantan Menteri Luar Negeri AS yang mengundurkan diri pada era Presiden Donald Trump, menyampaikan penilaian tentang prospek rencana perdamaian Israel - Palestina yang lama ditunggu-tunggu pemerintahan AS dalam pertemuan tertutup dengan para pemimpin Yahudi.
Dalam sebuah rekaman audio yang diperoleh the Washington Post dilansir pada 2 Jun 2019, Pompeo mengatakan "orang mungkin berpendapat" bahwa rencana itu "tidak dapat dieksekusi" dan mungkin tidak "memiliki traksi", namun berharap agar kesepakatan itu tidak akan disetop begitu saja.
"Mungkin (akan) ditolak. Bisa jadi pada akhirnya, orang-orang akan berkata, 'Ini tidak terlalu asli, itu tidak terlalu berhasil untuk saya,' yaitu, 'Ada dua hal baik dan sembilan hal buruk, saya keluar,' "kata Pompeo dalam rekaman audio dari pertemuan pribadi di the Conference of Presidents of Major American Jewish Organizations, seperti dikutip dari the Post, Rabu (3/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
'The Conference' merupakan organisasi Yahudi-Amerika yang berbasis di New York yang mengatasi masalah komunitas Yahudi.
Komentar itu merupakan kritik paling pedas dari (eks-)orang pemerintahan Trump tentang kesepakatan perdamaian Israel - Palestina yang diberi nama oleh sang presiden: 'Deal of the Century'.
Jared Kushner, penasihat kepresidenan dan mantu Trump, serta pengacara Jason Greenbllatt adalah orang kepercayaan Trump dalam menyusun proposal 'the Deal'. Keduanya, yang mempraktikkan Yahudi Ortodoks, tidak datang dengan pengalaman politik tetapi telah berbagi minat dan koneksi yang lama dengan Israel.
"Rencana itu telah berulang kali tertunda," kata Pompeo.
"Tidak ada jaminan bahwa kita (AS) yang akan menjadi pembuka jalan (perdamaian)," kata Pompeo merujuk pada konflik Israel - Palestina yang mengental.
Dia juga mengakui gagasan populer bahwa perjanjian itu hanya akan menguntungkan sepihak pemerintah Israel.
"Saya mengerti mengapa orang berpikir ini akan menjadi kesepakatan yang hanya disukai orang Israel," katanya.
"Saya mengerti persepsi itu. (Tapi) Saya harap semua orang akan memberikan ruang untuk mendengarkan dan membiarkannya menetap sedikit."
Pompeo, tidak seperti menteri luar negeri sebelumnya, tidak mengawasi upaya perdamaian, tetapi dia mengatakan kepada kelompok itu bahwa dia terus mengikuti usulan itu, termasuk rencana apa yang harus dilakukan jika Israel melanjutkan untuk mencaplok wilayah di Tepi Barat.
"Saya telah melihat apa yang saya yakini adalah semua detail dari apa yang akan kita laksanakan," katanya.
Pompeo mengatakan pemerintah AS tidak pernah percaya mencapai kesepakatan damai Israel - Palestina yang langgeng akan mudah.
"Kita tidak berada di bawah ilusi bahwa kita akan muncul dengan kesepakatan ini dan semua orang akan berkata, 'Katakan padaku ke mana harus pergi untuk upacara penandatanganan,'" katanya. "Tidak seperti itu."
Jika Gagal...
Mantan Menlu AS Mike Pompeo mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri AS telah memberikan "sedikit pertimbangan" untuk apa yang akan dilakukan jika rencana itu "tidak mendapatkan daya tarik."
Perencanaan darurat mencakup bagaimana merespons jika pemerintah Israel memutuskan untuk mencaplok wilayah di Tepi Barat, langkah yang diyakini banyak orang sebagai lonceng kematian terakhir bagi solusi dua negara.
Sebagai bagian dari kampanye pemilu-nya tahun ini, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji untuk mencaplok permukiman Israel di Tepi Barat jika dia menang, sebuah langkah yang dianggap ilegal oleh banyak komunitas internasional.
Dia juga mungkin menghadapi tekanan dari mitra koalisi sayap kanan Israel untuk menyegerakan kesepakatan sebelum Pemilu AS 2020.
Tapi, sebuah rencana perdamaian yang menetapkan hak Israel atas kedaulatan terhadap wilayah-wilayah tertentu di Tepi Barat dapat meningkatkan seruan dari mereka yang mendukung Palestina dan menolak pendudukan Israel berlandaskan berbagai hukum internasional serta resolusi dewan keamanan PBB.
"Jika Israel memang melanjutkan pencaplokan, pemerintah kemudian akan mempertimbangkan apa yang akan menjadi cara terbaik untuk mencapai hasil yang kami pikir bagus bagi Amerika dan terbaik bagi Israel," kata Pompeo seperti dilansir the Post.
Soal bagaimana reaksi orang Palestina, Pompeo mengatakan, "semua orang akan menemukan sesuatu untuk membenci proposal itu, tetapi (mereka) akan menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk membangun sesuatu."
Advertisement
Respons Palestina
Pejabat Palestina melihat rencana Gedung Putih sebagai bias terhadap mereka. Dalam pidato yang disiarkan di TV Palestina baru-baru ini, Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa "kesepakatan abad ini" dan KTT untuk Ekonomi Palestina di Bahrain yang berlangsung bulan ini "dapat pergi ke neraka."
Tujuan KTT Bahrain adalah untuk menggalang dukungan bagi komponen ekonomi dari rencana perdamaian pemerintah tanpa terhambat dalam isu-isu teritorial yang lebih kontroversial.
Abbas mengatakan para pejabat Palestina akan memboikot pertemuan puncak itu.
Di sisi lain, Mike Pompeo mengatakan jika Kuwait mendaftar hadir, semua negara Teluk Persia akan diwakili di Bahrain "untuk setidaknya datang untuk mendengarkan."
Dia mengatakan sulit untuk mengharapkan negara-negara Teluk menyatakan "dukungan penuh" terhadap KTT tersebut jika mereka belum melihat seluruh rencana.
Kritik terhadap pendekatan pemerintahan Trump mengambil fakta bahwa KTT ekonomi tidak diadakan bersamaan dengan diskusi politik.
"Anda tidak dapat melakukan pembangunan ekonomi yang serius tanpa menyelesaikan masalah keamanan dan politik yang memungkinkan investor dan pertumbuhan ekonomi internal dan lapangan kerja," kata Aaron David Miller, mantan perunding dan analis masalah Timur Tengah untuk pemerintahan AS di masa Partai Republik dan Partai Demokrat.
Belum ada komentar resmi dari pemerintahan AS atas berbagai komentar Pompeo yang dilansir the Post.