Liputan6.com, Canberra - Sistem informasi milik sebuah universitas top di Australia telah diretas. Australian National University (ANU) baru mengetahui peretasan itu dua minggu lalu, di mana sejumlah besar informasi staf dan mahasiswa diakses oleh "operator canggih".
Pihak ANU mengonfirmasi sekitar 200.000 orang telah terpengaruh oleh peretasan tersebut, dengan memperhitungkan jumlah mahasiswa setiap tahunnya dan pergantian staf, sebagaimana dilansir dari The Guardian pada Selasa (4/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dalam sebuah pesan kepada staf dan mahasiswa, wakil rektor Brian Schmidt mengatakan seseorang secara ilegal mengakses sistem universitas top Australia itu pada akhir 2018 lalu.
"Kami percaya ada akses tidak sah ke sejumlah besar data pribadi mahasiswa, staf, dan pengunjung," kata Schmidt.
Informasi yang diakses dalam pelanggaran data meliputi: nama, alamat, tanggal lahir, nomor telepon, alamat email pribadi, rincian kontak darurat, nomor file pajak, informasi penggajian, detail rekening bank, detail paspor dan catatan akademik mahasiswa.
Universitas terbaik di Australia itu mengatakan rincian kartu kredit yang disimpan, informasi perjalanan, catatan medis, pemeriksaan polisi, kompensasi pekerja, nomor registrasi kendaraan dan beberapa catatan kinerja belum terpengaruh.
"Kami tidak memiliki bukti bahwa dokumen penelitian telah terpengaruh," kata Schmidt.
Proses Penyelidikan
ANU bekerja sama dengan agen keamanan pemerintah Australia dan mitra keamanan industri untuk menyelidiki serangan lebih lanjut, tambahnya.
Juli lalu, universitas peringkat teratas Australia itu mengatakan telah menghabiskan beberapa bulan melawan ancaman terhadap sistem komputernya, dengan laporan peretas ditelusuri mengarah ke China.
"Setelah insiden yang dilaporkan tahun lalu, kami melakukan serangkaian peningkatan pada sistem kami untuk melindungi data kami dengan lebih baik. Kalau bukan karena peningkatan itu, kami tidak akan mendeteksi kejadian ini," kata Schmidt.
Ahli keamanan dunia maya Greg Austin dari University of New South Wales mengatakan universitas di Australia adalah target utama.
Dia menggolongkan serangan ini dalam sekala menengah hingga atas.
"Ini adil untuk mengatakan negara-negara, kekuatan utama dengan kemampuan spionase dunia maya menargetkan sejumlah universitas ... karena elit dari berbagai negara belajar di universitas-universitas tersebut," katanya kepada Guardian Australia.
Akademisi itu mengatakan beberapa siswa asing yang belajar di Australia memang berpotensi akan menjadi pemimpin di masa depan.
Advertisement
Tidak Bisa Menyalahkan ANU?
Austin menambahkan bahwa orang-orang tidak bisa serta-merta menyalahkan pihak ANU dalam tataran tertentu.
"Serangan semacam ini, jika mereka adalah pemerintah asing yang canggih, mereka akan mendapatkan informasi semacam ini dengan cara mencuri atau dengan melibatkan penjahat" katanya.
Australian Cyber Security Centre mengonfirmasi bahwa pihaknya bekerja sama dengan ANU untuk mengamankan jaringan, melindungi pengguna, dan menyelidiki kasus ini sepenuhnya.
"Kompromi ini merupakan pengingat penting bahwa ancaman dunia maya itu nyata dan bahwa metode yang digunakan oleh aktor jahat terus berkembang," kata seorang juru bicara.
"Sayangnya, aktor jahat dengan kemampuan, waktu, dan sumber daya yang memadai hampir selalu dapat berkompromi dengan jaringan komputer yang terhubung internet," kata juru bicara itu.
Australian Signals Directorate mengatakan bahwa hal ini nampaknya dilakukan oleh aktor yang canggih.
Universitas telah menyiapkan hotline untuk staf dan mahasiswa yang peduli tentang pelanggaran, yakni pada nomor telepon: 1800 275 268.