Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat adat Banokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas baru merayakan Idul fitri pada Kamis (6/6/2019). Jatuhnya hari raya Idul Fitri, 1 syawal 1440, berselisih sehari dengan penetapan pemerintah pada Rabu (5/6/2019) kemarin.
Penentuan waktu Idul Fitri bagi masyarakat adat Banokeling didasarkan pada kalender Jawa Alif Rebo Wage (Aboge). Secara khusus dalam perayaan Idul Fitri yang disebut Riyaya, masyarakat adat Banokeling di desa Pekuncen berkumpul bersama di Balai Desa Pekuncen mengadakan selamatan bersama.
Advertisement
Mereka akan bertukar makanan yang dibawa dari kediaman masing-masing dan memanjatkan doa bersama. Uniknya makanan yang dibawa dari rumah mesti berukuran sepikul yakni berisi nasi beserta sayur, daging sapi atau ayam, serta buah yang ditata di dua tenongan (semacam keranjang dari anyaman bambu). Tenongan nantinya dihantarkan ke balai desa dengan dipikul.
Ketua Komunitas Adat Banokeling, Sumitro mengatakan pelaksanaan riyaya secara adat ditandai oleh dua hal. Pertama, areal makam Kiai Banokeling akan dibuka kembali setelah selama sebulan penuh terlarang untuk diziarahi oleh siapapun. Kedua, sebagaimana umumnya Idul Fitri, anak cucu Banokeling akan berkumpul saling maaf memaafkan dengan menggelar selamatan di balai desa setempat.
"Ritual riyaya hanya melibatkan anak putu di Desa Pekuncen saja. Anak putu yang di luar kota tidak wajib hadir. Karena acara puncak justru saat hendak Ramadan yakni perlon Unggahan," kata Sumitro, Kamis (6/6/2019).
Pelaksaan Riyaya mewajibkan setiap keluarga anak putu Banokeling membawa bekal selamatan dalam ukuran sepikul segendongan. Sebelum berkumpul di balai desa, para tetua adat akan berkumpul terlebih dahulu di kediamaan Kiai Kunci yang jadi pucuk pimpinan spiritual adat Banokeling.
Wajib Berbusana Adat
Para anak putu juga diwajibkan berbusana adat yakni busana hitam, menggunakan iket (serupa blankon), dan jarik batik bagi lelaki. Sedang perempuan berbusana kebaya hitam dan berjarik batik.
"Nanti kyai kunci yang langsung memimpin doa riyaya. Doa yang disampaikan tentang harapan kembali suci setelah melakoni puasa," kata Sumitro.
Sebelum menyambut Riyaya, masyarakat adat Banokeling telah melaksanakan ritual likuran pada malam 21 puasa berdasar perhitungan kalender Aboge. Setelah riyaya, nantinya pada Jumat (14/6/2019) mendatang akan dilaksanakan Perlon Udunan yang secara khusus akan dilakukan bersih lingkungan makam leluhur dan pembenahan panembahan makam Kiai Banokeling.
Reporter : Abdul Aziz
Sumber: Merdeka
Advertisement