Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama (Dirut) PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN, Maryono, mengatakan bahwa BTN akan memperhatikan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Bank Dunia dalam kajian paruh kedua 2019.
"Saya kira itu salah satu bagian untuk semester kedua, kita akan melakukan kajian lagi," ujar Maryono dikutip dari Antara, Kamis (6/6/2019).
Ia menjelaskan BTN memiliki kesempatan dalam paruh semester, untuk melakukan revisi atas Rencana Bisnis Bank (RBB) BTN.
"Itu akan kita jadikan sebagai asumsi bagaimana analisis Bank Dunia, kemudian kita juga akan melihat analisis dari kita dan kondisi makro ekonomi secara global maupun nasional," katanya.
Maryono juga menambahkan bahwa pihaknya masih memiliki waktu sekitar satu bulan untuk melihat perkembangan ke depan.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 ini dari 2,9 persen pada Januari 2019 menjadi 2,6 persen pada Juni 2019.
Menurut laporan yang dirilis oleh lembaga keuangan global itu pada 4 Juni 2019, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melemah ke angka 2,6 persen sebelum kembali sedikit naik ke 2,7 persen pada 2020.
Dengan demikian Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak dua kali hingga saat ini, di mana sebelumnya lembaga keuangan tersebut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,0 persen menjadi 2,9 persen pada Januari 2019.
Bank Dunia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang dan maju akan stabil tahun 2020 mengingat sejumlah negara akan melewati tekanan finansial.
Namun, menurut Bank Dunia, momentum perekonomian global masih dalam kondisi melemah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global Tak Pengaruhi RI
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global hingga 0,3 persen pada 2019. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan menyentuh 2,9 persen.
Namun, berdasarkan laporan Global Economic Prospects edisi Juni menyatakan pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,6 persen. Tentunya hal ini akan mempengaruhi perekonomian global termasuk Indonesia.
Menanggapi perihal ini, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, jika hal ini tidak akan mempengaruhi Indonesia secara langsung.
"Hal ini karena AS dan China yang tidak bisa ditebak. Jadi banyak orang jadi pesimis. Namun bagaimana dampaknya? Dampak negatif pada ekonomi kita pasti ada, namun tidak langsung dalam skala besar tapi ada," ujar dia saat mengadakan konferensi pers, Rabu (5/6/2019).
BACA JUGA
Darmin menambahkan, perdagangan dunia pasti akan melambat karena konflik dua negara perekonomian besar yang tak kunjung usai ini. Sementara hal ini juga pastinya akan mempengaruhi ekspor Indonesia.
Meskipun demikian, Darmin mengatakan, ekonomi Indonesia masih terbilang akan aman meskipun sedikit mengalami gangguan.
Ini karena masih ada faktor lain yang membuatnya terjaga salah satu meningkatnya peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia dari BBB- menjadi BBB oleh Standard and Poor’s (S&P).
"Nah kalau saya bilang tadi ekonomi kita masih relatif oke karena ada faktor-faktor lain. lihat itu saja S&P. Meskipun perekonomian global melambat dan Indonesia juga kena imbas, tapi karena ada faktor lain jadi masih ada investor yang tetap berinvestasi, banyak yang mau,” tandasnya.
Advertisement
Kata Sri Mulyani
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) baru saja merevisi target pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,6 persen. Angka tersebut turun 0,3 persen dari proyeksi semula sebesar 2,9 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, revisi pertumbuhan tersebut dilakukan dengan melihat kemungkinan gejolak perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Babak baru perang dagang dinilai masih belum baik.
"Kalau lihat keseluruhan tema IMF, WB, OECD dan ADB, dalam hal ini mereka sudah lihat eskalasi trade war, AS dan RRT itu masuk skenario yang tidak baik. Down side risk sudah terjadi ini berbeda sekali tonenya," ujar dia di Kawasan Perumahan Menteri Widya Chandra, Jakarta, Rabu, 5 Juni 2019.
Sri Mulyani melanjutkan, sebelumnya seluruh dunia berharap perang dagang AS-China segera mereda dengan beberapa pertemuan bilateral yang digelar diberbagai negara. Namun, pada kenyataannya perang dagang masih memanas.
"Tadinya mereka berharap trade war itu tidak akan sampai ke full boom atau meledak secara penuh seperti yang terjadi sekarang ini. Karena ada harapan waktu itu negosiasi terjadi jadi dinamika ini baru terjadi satu bulan terakhir atau satu setengah bulan terakhir," tutur dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan, saat ini seluruh negara tidak lagi hanya menunggu ancaman perang dagang mereda. Namun lebih kepada mengantisipasi implementasi penerapan tarif kedua belah pihak pada Juni mendatang.
"Dengan demikian maka kuartal II, III dan IV akan terpengaruh dengan adanya, tidak lagi ancaman tapi implementasi dari ancaman," tandasnya.