Liputan6.com, Banyumas - Berbeda dari umat Muslim pada umumnya, ribuan penganut Islam Aboge atau Alif Rebo Wage di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah baru merayakan Idul Fitri hari ini, Kamis, 6 Juni 2019.
Itu berarti, lebaran Islam Aboge tiba sehari lebih lambat dibanding ketetapan pemerintah. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah ritual Idul Fitri Islam Aboge juga berbeda dari umat Islam lainnya?
Salah satu komunitas Islam Aboge ada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Di desa ini, penduduk berjumlah sekitar 5.000 jiwa. Lebaran Islam Aboge digelar Kamis Pahing.
Baca Juga
Advertisement
Sebagian besar adalah penganut Islam Aboge. Penganut Islam Aboge biasa beribadah Salat Ied di tiga musala dan dua masjid. Mereka berlebaran
"Dulunya hanya di satu masjid. Tapi karena keterbatasan tempat, sekarang salat Iednya di dua masjid," ucap Imam Masjid Saka Tunggal, Sulam.
Di Masjid Saka Tunggal, ibadah Salat Ied diikuti oleh sekitar 500 orang. Itu adalah kapasitas maksimal Masjid hingga serambi dan pelatarannya.
Pada saat Salat Idul Fitri ini lah, pengeras suara baru digunakan. Pengeras suara, hanya digunakan dalam dua ibadah salat, yakni Salat Idul Adha dan kini, pada lebaran Islam Aboge.
Penghitungan Kalender Aboge
"Ya tidak ada maksud lainnya. Tidak juga anti pengeras suara. Cuma ya mempertimbangkan manfaatnya. Kalau jamaahnya sedikit kan tidak perlu pengeras suara," ucap Sulam, yang juga juru kunci generasi ke-12 Masjid Baitussalam ini.
Ia menyebut tak ada perbedaan yang berarti dalam ritual lebaran Islam Aboge. Usai salat Ied, jamaah akan saling bersalam-salaman.
Lantas, masyarakat akan saling berkunjung. Lazimnya, yang muda bersilaturahmi kepada yang usianya lebih tua.
"Tidak ada yang beda. Yang beda hanya jatuhnya hari lebaran saja," Sulam menegaskan.
Sama seperti komunitas Islam Aboge di Cikaka, Komunitas Adat Banokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas juga merayakan Idul Fitri dan dan melaksanakan Salat Ied Kamis.
Juru Bicara Adat Komunitas Banokeling, Sumitro mengatakan, masyarakat adat menggunakan kalender Alif Rebo Wage atau Aboge untuk menentukan tibanya hari besar Islam. Tahun ini adalah Tahun Be Misgi atau Kamis pasaran Legi sehingga lebaran Idul Fitri tiba di hari Kamis Pahing.
"Tahunnya Be Misgi. Puasanya Selasa Pahing, Idul Fitrinya Kamis Pahing," kata Sumitro.
Advertisement
Komunitas Islam Aboge di Banyumas dan Cilacap
Dalam Almanak Aboge, untuk menentukan jatuhnya tanggal 1 Syawal, rumusnya adalah Waljiro atau Syawal siji loro. 1 Syawal akan tiba pada hari pertama atau hari yang sama dengan 1 Muharram.
1 Muharram Tahun Be Misgi tiba pada hari Kamis. Adapun hari pasaran kedua adalah Pahing. Dengan demikian, lebaran Islam Aboge tiba pada Kamis, 6 Juni 2019.
"Rumusnya nemro. Nah, lebarannya, Waljiro. Syawal siji loro. Siji, sekarang Kamis. Tanggal 1 Suronya itu kan Kamis. Jadinya Jiro, pasaran keduanya, satu manis, keduanya Pahing, jadi Kamis Pahing, lebarannya. 1 Syawalnya Kamis Pahing," dia menerangkan.
Sumitro mengemukakan, meski berbeda penanggalannya, tradisi Lebaran di Komunitas Banokeling sama dengan umat Islam pada umumnya. Komunitas Banokeling dan umat muslim lainnya pun akan saling berkunjung atau bersilaturhami.
Di Pekuncen ada pula komunitas Islam lain yang merayakan Idul Fitri pada Rabu, 5 Juni 2019, kemarin. Tetapi, perbedaan tibanya hari lebaran tak pernah menyebabkan masalah. Menurut Sumitro, perbedaan itu sudah dianggap biasa dan menjadi kekayaan tradisi Pekuncen.
"Ya biasa. Sudah berlangsung lama," ujarnya.
Selain penganut Islam Aboge di Cikakak dan Komunitas Banokeling Pekuncen, sejumlah komunitas Islam Kejawen di Banyumas, Cilacap dan Purbalingga juga merayakan Idul Fitri hari ini. Komunitas lain yang menggelar salat Ied hari ini adalah Komunitas Muslim Aboge di Desa Onje, Purbalingga, dan Islam Kejawen Kroya, cilacap.
Ada pula Komunitas Islam Aboge di Desa Krakal, Ajibarang, Banyumas, dan Komunitas Islam Aboge di Karang Gintung, Cilacap, dan sejumlah kelompok-kelompok kejawen lainnya.
Saksikan video pilihan berikut ini: