Industri Tekstil Dapat Untung dari Perang Dagang AS-China

Ketua Kadin Indonesia menyatakan bahwa eskalasi perang dagang AS-China tidak melulu berdampak negatif.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2019, 19:15 WIB
Perang Dagang AS - China

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan lndustri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani mengatakan bahwa eskalasi perang dagang AS-China tidak melulu berdampak negatif. Ada imbas positif yang terjadi, seperti meningkatnya ekspor tekstil Indonesia ke AS.

"Tidak semua itu selalu negatif, saya bicara ke teman-teman asosiasi tekstil mereka menyatakan ke saya ekspornya naik antara 25-30 persen, karena barangnya menjadi lebih menarik dan kompetitif karena yang di sana ada yang kena tarif, perusahaan ban juga sama ekspor ke AS juga naik," kata dia saat ditemui, di kediamannya, Jakarta, Kamis (6/6/2019).

"Malah mereka bercanda wah kalau bisa ini perang dagang agak lama tapi kan enggak bisa begitu karena sifatnya nggak permanen," lanjut Rosan.

Selain itu, ekskalasi perang dagang juga mendorong relokasi pabrik. Indonesia, kata Rosan, perlu mendapatkan manfaat dari hal tersebut untuk meningkatkan investasi dari luar negeri.

"Mestinya kita ini sedang berkompetisi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia dari relokasi. Karena kalau saya lihat kebanyakan investasi yang relokasi ini masuk ke Vietnam, Malaysia, Bangladesh masuk banyak, dan ke Thailand, ke kita memang masih agak kurang," jelas Rosan.

Dia pun mengakui bahwa perang dagang pasti berdampak ke Indonesia, meskipun belum terlalu besar. "Perang dagang itu, dampaknya ke Indonesia itu mestinya nggak terlalu besar. Karena apa? Karena indo itu masih kecil sekali sebagai bagian dari global value chain kayak Vietnam, Malaysia dan Thailand."

"Tetapi apakah ada dampaknya? Pasti iya. Kenapa? Pertama, ekspor dagang kita itu ke China itu paling besar dibanding negara lain kurang lebih 15-20 persen, ya pasti dampaknya di situ," sambung dia.

Karena itu, upaya pemerintah untuk mencari pasar ekspor baru perlu dilakukan. Hal tersebut untuk memperkuat upaya-upaya yang sudah dilaksanakan selama ini.

"Sebetulnya pemerintah sudah mencoba untuk membuka pasar baru, yang non tradisional, ke middle east, ke negara afrika, dan ke barang-barangnya juga variasinya diperbanyak," ungkapnya.

"Nah tapi kan itu pasti butuh waktu, tapi kami selalu mencoba untuk buka pasar baru, dan juga menurut saya untuk dagang FTA dan CEPA, itu juga harus diselesaikan ke negara yang memang ekspor kita besar, kita baru selesai dari Australia, kita sedang bicara dengan Eropa, dan mudah-mudahan kita bisa selesai ya mungkin tahun depan, jadi harus ada prioritas juga bicarakan CEPA dan FTA," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Efek Positif Perang Dagang buat Indonesia, Apa Saja?

Perang Dagang China AS

Sebelumnya, perang dagang yang kembali dimulai karena Amerika Serikat (AS) dan China masih belum menemukan jalan tengah terkait sengketa dagang.

Presiden AS Donald Trump kerap menyebut praktik dagang China tidak adil dan merugikan. Namun, dunia usaha Indonesia ternyata melihat sisi positifnya. Terlebih lagi, Indonesia juga tidak terkena efek besar dari perang dagang kedua negara.

"Dibandingkan negara-negara lain dampak tak terlalu besar, karena kita tak termasuk global chain yang signifikan seperti Vietnam, Thailand, Malaysia. Jadi dampaknya ada tapi tidak terlalu signifikan," ujar Ketua Kadin Rosan Roeslani di acara open house Gubernur BI di Patiunus, Jakarta Selatan, pada Rabu 5 Juni 2019. 

Rosan pun melihat potensi bisnis dalam perang dagang yang terjadi. Salah satunya adalah produk ekspor Indonesia menjadi lebih bersaing karena barang asal China sedang terkena tarif Presiden AS Donald Trump.

Hal positifnya yang dimaksud adalah naiknya ekspor produk tekstil Indonesia sebesar 20 sampai 30 persen tahun ini. Selain itu, ekspor produk tire (ban) juga mulai kompetitif. Roslan menilai hal tersebut karena ada tarif yang dikenakan ke produk-produk China. 

Masih terkait pertumbuhan ekonomi, Rosan menyebut gaji ke-13 dan THR dapat menunjang pertumbuhan ekonomi lewat ekonomi. Ini mengingat konsumsi domestik memainkan peran penting.

"Tentunya dengan adanya gaji ke-13, THR, itu tentunya mendorong orang mengkonsumsi lebih banyak. Harapannya juga mereka harus mengkonsumsi supaya pertumbuhan kita tergantung lebih dari 50 persen pada domestic consumption bisa terbantu," ujar Rosan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya