Liputan6.com, New York - Harga minyak melonjak lebih dari dua persen, dan berbalik arah usai turun ke posisi terendah dalam lima bulan.
Hal ini menyusul laporan kalau Amerika Serikat (AS) dapat menunda pemberlakukan tarif produk di Meksiko.
Harga minyak Brent naik USD 1,04 atau 1,7 persen ke posisi USD 61,67 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 91 sen atau 1,8 persen ke posisi USD 52,59 per barel. Harga minyak acuan ini reli lebih dari dua persen usai perdagangan.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak menguat mengikuti pergerakan bursa saham AS atau wall street yang positif. Ini setelah Bloomberg melaporkan kalau AS mempertimbangkan penundaan tarif produk Meksiko seiring berlanjutnya negosiasi.
"Ada pembicaraan sekarang AS mungkin tidak mengenakan tarif produk Meksiko, dan itu mendorong bursa saham AS menguat,” ujar Direktur EMI DTN, Dominick Chirichella seperti dikutip dari laman Reuters, Jumat (7/6/2019).
Harga minyak cenderung mendatar sebagian besar sesi perdagangan. Ini karena sinyal perlambatan ekonomi global dan kekhawatiran pertumbuhan pasokan minyak mentah AS.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menanti Pertemuan OPEC
Pada Rabu waktu setempat, harga minyak Brent dan WTI mencapai level terendah sejak pertengahan Januari yang masing-masing di kisaran USD 59,45 dan USD 50,60.
Hal itu karena produksi minyak mentah AS mencapai rekor tertinggi baru, demikian juga stok yang mencapai rekor tertinggi sejak Juli 2017.
Harga minyak Brent dan WTI berada di zona negatif setelah merosot lebih dari 20 persen pada puncak tertinggi yang dicapai pada akhir April.
Tanda-tanda perlambatan kegiatan ekonomi global telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Ini dipicu ketegangan perdagangan antara AS dan China, dua konsumen terbesar dunia.
Presiden AS Donald Trump menyatakan, dirinya akan memutuskan tarif China lebih banyak pada akhir Juni. Ini mengikuti ancaman untuk mengenakan tarif pada setidaknya barang senilai USD 300 miliar dari barang-barang China.
Harga minyak menguat dalam lima bulan pertama 2019 ke level tertinggi hampir USD 75 per barel. Ini didukung pembatasan pasokan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan beberapa sekutu termasuk Rusia. Pasokan juga telah dibatasi oleh sanksi AS terhadap ekspor minyak dari Iran dan Venezuela.
Anggota OPEC dan produsen minyak lainnya akan membahas apakah akan memperpanjang pembatasan pasokan minyak pada akhir Juni. Presiden Rusia Vladimir Putin menuturkan, Rusia memiliki perbedaan dengan OPEC atas apa yang merupakan harga yang adil untuk minyak.
Namun, Rusia akan mengambil keputusan bersama dengan rekan-rekan OPEC mengenai hasil pada pertemuan kebijakan dalam beberapa minggu mendatang.
Advertisement
Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, harga minyak mentah turun pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunan harga minyak ini karena secara tak terduga persediaan minyak AS melonjak sehingga menambah kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Mengutip Reuters, Kamis, 6 Juni 2019, harga minyak berjangka Brent ditutup turun USD 1,34 atau 2,2 persen menjadi USD 60,63 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate crude futures (WTI) berakhir turun USD 1,80 atau 3,4 persen menjadi USD 51,68 per barel.
Dalam perdagangan, harga minyak WTI sempat menyentuh level terendah di USD 50,60 per barel, terendah sejak 14 Januari.
The Energy Information Administration mengeluarkan data bahwa stok minyak mentah AS, minyak olahan atau Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan pada minggu lalu.
Persediaan minyak mentah naik 6,8 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi analis yang akan ada penarikan 849 ribu barel. Persediaan minyak mentah ini menuju ke level tertinggi sejak Juli 2017 dan sekitar 6 persen di atas rata-rata lima tahun.
"Data inventaris ini secara menyeluruh membuat laporan yang sangat bearish untuk harga minyak," kata John Kilduff analis dari Again Capital.
Lonjakan impor dan peningkatan produksi dalam negeri mendorong persediaan. Impor minyak mentah AS naik minggu lalu sebesar 1,1 juta barel per hari. Sementara produksi minyak mentah as menambah 100 ribu bph ke puncak baru di 12,4 juta bph.