Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat menginisiasi rencana bagi maskapai asing untuk dapat beroperasi di sektor penerbangan dalam negeri.
Langkah tersebut dipercaya dapat menurunkan harga tiket pesawat di Indonesia, yang saat ini dikuasai dua kelompok besar maskapai, Garuda Indonesia dan Lion Air.
Kendati demikian, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyatakan, dibukanya pintu bagi maskapai asing untuk mengudara di Tanah Air tidak menjamin harga tiket pesawat bisa terpangkas.
"Tidak akan berikan solusi bisa tarif murah. Operasional pesawat udara itu memang mahal. Kenapa pernah murah, karena maskapainya menggunakan tarif promosi," tegas dia kepada Liputan6.com, pekan lalu.
Baca Juga
Advertisement
Mengutip data milik Kementerian Perhubungan, ia memaparkan, sebanyak 42 persen tujuan perjalanan dengan pesawat udara adalah untuk keperluan dinas. Sementara 32 persen untuk kepentingan keluarga, 12 persen kegiatan bisnis, 10 persen wisata, dan untuk kepentingan lainnya 4 persen.
"Tujuan dinas dan bisnis tidak menggunakan uang pribadi. Itu pakai uang instansinya (masing-masing)," sambung Djoko.
Oleh karena itu, ia pun ragu maskapai asing mau melebarkan sayap bisnisnya ke dalam industri penerbangan Tanah Air. Lantaran, maskapai internasional seperti Air Asia saja tidak berkembang pesat di Indonesia.
"Agak sangsi. Andaikan menguntungkan, tanpa diminta pun pasti asing akan masuk," ujar dia.
Dengan begitu, dia menyimpulkan agar industri transportasi dalam negeri jangan terlalu bertumpu terhadap moda pesawat udara. Terutama bagi pengguna pesawat yang merogoh kocek pribadi seperti untuk berwisata.
"Yang perlu dipikirkan adalah 10 persen penerbangan tujuan wisata. Ini momentum mengembangkan moda transportasi lain yang setara pesawat udara kenyamanannya," imbuh Djoko.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tiket Pesawat Mahal Karena Duopoli?
Sebelumnya, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ide untuk mendatangkan maskapai asing ke Indonesia, meskipun menuai polemik tapi ternyata banyak menterinya yang setuju akan ide ini.
Selain Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, ternyata Menteri Perekonomian (Menko) Darmin Nasution juga setuju akan ide ini.
"Memang kenapa harga tiket naik? Ya tentu karena ada langkah-langkah internal dari perusahaan-perusahaan penerbangan kita. Mereka bisa lakukan itu karena pesaingnya hanya duopoli," ujar dia saat ditemui dalam acara open house di kediaman dinasnya, di Widya Chandra, Rabu, 5 Juni 2019.
Darmin menambahkan, saat ini karena maskapai di Indonesia hanya ada dua kelompok besar yaitu Garuda Indonesia dan Lion Air, jadi perubahan harga tiket pesawat tidak akan berbeda di antara kedua kelompok maskapai ini.
Untuk itu Darmin nampak begitu setuju akan ide Jokowi yang ingin memasukan maskapai asing di Indonesia agar dua kelompok maskapai tersebut dapat bersaing dan menurunkan harga tiketnya. Namun, tentu hal ini akan menuai risiko.
"Maskapai-maskapai penerbangan lokal ini tentunya akan teriak ‘uaaaa ini jadi susah!" ujar dia.
Meskipun demikian, pemerintah akan terus mendukung hal ini karena menurut Darmin, agar harga tiket pesawat tidak naik setajam seperti saat ini karena pasarnya hanya duopoli.
Advertisement
Menhub Kaji Maskapai Asing Beroperasi di Indonesia
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan agar pihak maskapai asing ikut serta berkompetisi di industri penerbangan domestik. Wacana ini dinilai untuk menurunkan tingginya harga tiket pesawat yang dirisaukan masyarakat hingga hari ini.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, saran tersebut memang baik untuk menciptakan iklim bisnis penerbangan di industri permaskapaian. Namun, masuknya maskapai asing juga menurutnya tidak mudah untuk dilakukan.
"Itu saran yang baik dari Presiden. Segala bisnis jika dilakukan dengan kompetisi maka timbul keseimbangan demand dan supply, jadi berimbang. Ide baik ini akan kita kaji," tuturnya di Jakarta, Senin, 3 Juni 2019.
Dia menjelaskan, masuknya maskapai asing juga harus mempertimbangkan asas cabotage yakni asas kedaulatan negara dimana mayoritas sahamnya harus dimiliki oleh perusahaan Indonesia.
"Kita tahu apabila perusahaan asing masuk ke Indonesia harus memenuhi asas cabotage, di mana perusahaan asing harus bekerja sama dengan perusahaan Indonesia. Jadi tentu kita tidak mudah menerima perusahaan asing, apalagi udara ini membutuhkan kualifikasi yang baik," ujarnya.
"Jadi kami sedang mengkaji dan kami akan melaporkan kepada Bapak Presiden sebelum menetapkan apa yang akan dilakukan," tambah dia.