Sebut AS Egois, Vladimir Putin Bela China dalam Perang Dagang

Presiden Rusia Vladimir Putin membela China dalam perang dagang, dan menuding AS bersikap egois dalam peta ekonomi global.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 08 Jun 2019, 13:03 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin didampingi Presiden China Xi Jinping saat melakukan kunjungannya di Aula Besar Rakyat, China (8/6). Presiden Xi menyebut hubungan China dan Rusia mampu menghadapi tantangan ekonomi dan diplomatik dari AS.(AP/Pool/ Greg Baker)

Liputan6.com, St Petersburg - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Jumat 7 Juni, bahwa berbagai taktik agresif yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), seperti misalnya serangan terhadap perusahaan telekomunikasi China Huawei, akan memicu perseteruan dagang yang semakin luas, dan mungkin juga perang nyata.

Pendapat itu disampaikan oleh Putin di tengah-tengah pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di St Petersburg, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Sabtu (8/6/2019).

Masih dalam bentuk solidaritasnya terhadap China, Vladimir Putin menuduh AS bersikap egois dalam mengendalikan kerja sama ekonomi internasionalnya.

Dia mencontohkan upaya AS untuk menggagalkan proyek pipa gas Rusia ke Eropa, serta seruan Washington kepada negara-negara untuk melarang Huawei -- produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia-- memasok infrastruktur jaringan.

Menurut para pengamat, pernyataan Vladimir Putin tersebut --yang disampaikan di hadapan Xi Jinping dalam sebuah forum ekonomi-- adalah bentuk dukungan langsung Rusia terhadap China yang tengah terlibat perang dagang dengan AS.

"Negara-negara yang sebelumnya mempromosikan perdagangan bebas dengan persaingan jujur ​​dan terbuka telah memulai perang dagang dan sanksi, menggunakan taktik memutarbalikkan dan menakut-nakuti, untuk menghilangkan pesaing," kritik Putin.

"Lihat misalnya pada situasi di sekitar Huawei yang tidak hanya didesak keluar (dari pasar AS), tetapi juga mendorong pihak-pihak lain untuk memboikotnya di pasar global. Ini sudah disebut sebagai perang teknologi pertama pada era digital di beberapa kalangan," lanjutnya.

 

 


Beda Penyampaian dalam Menanggapi Kebijakan AS

Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing (AP Photo/Andrew Harnik)

Menurut Putin, dunia berisiko tergelincir ke era ketika "aturan internasional berisiko ditukar oleh mekanisme pemerintahan dan hukum", yang merupakan cara AS berperilaku saat ini.

"AS menyebarkan yurisdiksinya secara sepihak ke seluruh dunia," tambah Putin.

Ditambahkan olehnya, bahwa kebiajakn AS saat ini berpotensi memicu konflik tanpa akhir, perang perdagangan, dan mungkin risiko lebih.

"Secara kiasan, itu adalah jalan menuju pertempuran tanpa aturan yang mengadu domba semua orang," lanjut Putin mengkritik.

Putin juga mengeluhkan posisi dolar AS, dan menyebutnya sebagai alat tekanan dalam sistem keuangan global, sehingga harus dipertimbangkan kembali.

Di lain pihak, Presiden China Xi Jinping memberikan nada yang lebih tenang, menyerukan kekuatan dunia untuk melindungi sistem perdagangan multilateral global.

Berbicara melalui seorang penerjemah, dia mengatakan "sulit membayangkan jeda total" antara Amerika Serikat dan China.

"Kami tidak tertarik dengan ini, dan mitra Amerika kami juga berpikiran serupa. Presiden Trump adalah teman saya, dan saya yakin dia juga tidak tertarik dengan ini," kata Xi.


Kerja Sama Ekonomi Senilai Rp 248 Triliun

Presiden China Xi Jinping (kiri) berjabat tangan erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dalam sebuah pertemuan di Moskow (Xinhua)

Dalam kunjungan tiga hari ke Rusia, yang dimulai pada Rabu 5 Juni 2019 malam waktu setempat, Presiden China Xi Jinping membahas berbagai isu dengan sekutu dekatnya, Vladimir Putin.

Salah satu yang paling menonjol adalah kesepakatan kerja sama ekonomi kedua negara senilai US$ 20 miliar (setara Rp 248 triliun), yang ditujukan untuk mendanai berbagai sektor, khususnya teknologi dan energi.

Dikutip dari South China Morning Post, kedua pemimpin negara disebut ingin meningkatkan kerja sama praktis dalam menghadapi meningkatnya persaingan dengan AS.

Kunjungan Xi --yang menandai 70 tahun hubungan diplomatik China dan Rusia-- juga berhasil membujuk Putin untuk meningkatkan volume perdagangan antara kedua negara menjadi US$ 200 miliar per tahun, menyusul kenaikan tahun lalu sebesar 24,5 persen ke level rekor US$ 108 miliar.

Juru bicara kementerian perdagangan China, Gao Feng, mengatakan kesepakatan itu mencakup bidang-bidang seperti tenaga nuklir, gas alam, otomotif, pengembangan teknologi tinggi, e-commerce, dan komunikasi 5G.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya