Google Ingatkan Keamanan Siber AS Usai Blokir Huawei

Google menyatakan pemblokiran Huawei bakal membuat raksasa teknologi Tiongkok membuat sistem operasi mereka sendiri yaitu dengan memodifikasi Android.

oleh Athika Rahma diperbarui 09 Jun 2019, 15:00 WIB
Kantor pusat Google. Foto: Digital Trends

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memblokir operasional Huawei di sana nampaknya mendapat perlawanan halus dari raksasa teknologi Google.

Huawei, yang masuk ke daftar hitam Departemen Perdagangan AS, dianggap tidak mengikuti aturan perdagangan negara adidaya. Bahkan, Huawei juga pernah dituduh melakukan spionase dan mengirimkan informasi vital milik pemerintah AS ke Tiongkok.

Menurut Google, justru memblokir Huawei adalah langkah yang salah, terutama dalam pengawasan keamanan siber di sana.

Dilansir dari The National, Minggu (9/6/2019), Google menyatakan pemblokiran Huawei akan memicu raksasa teknologi ini membuat sistem operasi mereka sendiri yaitu dengan memodifikasi Android.

"Google menyatakan, sistem operasi Android yang dimodifikasi Huawei bakal lebih rentan diretas," demikian laporan dari Financial Times.

Google khawatir jika Android yang terbenam di smartphone Huawei tidak bisa menerima update, nantinya Huawei bakal membuat sendiri versi perangkat lunaknya.

Kalau hal itu terjadi, maka akan ada dua versi sistem operasi, yaitu Android asli dan Android hybrid. OS ini berpotensi diretas dan disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, keamanan siber AS juga bakal berpotensi dirusak.

Sementara Huawei sendiri memang sempat mengumumkan kehadiran Hongmeng, sistem operasi yang bisa digunakan kalau ke depannya Android tidak lagi bisa dibenamkan di smartphone Huawei.

Huawei bahkan sudah punya toko aplikasi sendiri yang bakal dipasarkan ke seluruh dunia.


Bisnis Huawei Terganggu, Apple dan Samsung Dapat Untung

Huawei (Foto: Huawei)

Analis Ming-Chi Kuo mengatakan, pemblokiran perdagangan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Huawei disebut akan menguntungkan rival terdekatnya, Samsung dan Apple.

Saat ini, Huawei merupakan vendor smartphone terbesar kedua di dunia atau berada di antara Samsung dan Apple.

Dilansir Phone Arena, Sabtu (8/6/2019), sebelum Google dan sejumlah perusahaan lain memutus hubungan dengan Huawei, para analis memperkirakan Huawei akan bisa mengapalkan sekira 270 juta unit smartphone pada akhir 2019.

Namun, karena masalah dengan AS tersebut, pengapalan smartphone Huawei diprediksi akan jauh lebih rendah.

Berdasarkan analisis Kuo, jika Huawei bisa merilis pengganti Android pada Juli 2019, skenario terbaik maka perusahaan akan mengapalkan antara 240 dan 250 juta unit smartphone pada tahun ini.

Sayangnya, Huawei telah mengonfirmasi bahwa OS buatannya belum siap dirilis secara global sampai awal 2020.

Tanpa OS dan produk baru, maka pengapalan smartphone Huawei pada akhir 2019 akan berada antara hanya 180 dan 200 juta unit. Hal ini akan kembali membuat pangsa pasarnya berada di bawah Apple.

Selain penurunan pengapalan, Huawei juga menghadapi isu kepercayaan terhadap mereknya. "Bahkan jika AS membatalkan pemblokiran ekspor, para konsumen kemungkinan tidak akan kembali dan membeli produk-produk Huawei," kata Kuo.

Tak hanya itu, para penyuplai komponen di seluruh dunia dinilai kemungkinan memiliki kekhawatiran berbisnis dengan Huawei di masa depan.

Para operator internasional pun kemungkinan akan kurang bersedia menjual produknya. Bahkan, beberapa operator dilaporkan sudah berhenti menjual smartphone Huawei.


Peningkatan Pengapalan Smartphone Samsung dan Apple

Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Masalah pemblokiran ini, dinilai memberikan dampak baik untuk penjualan smartphoneSamsung dan Apple.

Kuo memperkirakan pengapalan smartphone Samsung akan naik dari 290 juta unit menjadi 300 hingga 320 juta unit pada tahun ini. Sebelumnya, perusahaan diperkirakan hanya akan bisa mengapalkan 290 juta unit.

Apple akan menjadi yang kedua mendapatkan keuntungan. "Keuntungan pangsa pasar Apple di pasar non-Tiongkok kemungkinan akan mengimbangi kerugian pangsa pasarnya di negara tersebut. Kami berharap pengiriman tahunan iPhone dapat kembali menjadi sekira 200 juta unit," tutur Kuo.

(Tik/Isk)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya