BI Tegaskan Pentingnya Lanjutkan Reformasi di Sektor Keuangan

Bank Indonesia (BI) menegaskan pentingnya untuk terus melanjutkan agenda reformasi di sektor keuangan untuk memitigasi risiko dan mengatasi kerentanan.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Jun 2019, 14:12 WIB
Pertemuan G20 di Fukuoka, Jepang (Foto: Dok Bank Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menegaskan pentingnya untuk terus melanjutkan agenda reformasi di sektor keuangan untuk memitigasi risiko dan mengatasi kerentanan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh otoritas Indonesia adalah upaya pendalaman pasar keuangan.

Terkait hal itu, BI memandang laju implementasi agenda reformasi sektor keuangan yang beragam di banyak negara perlu menjadi perhatian dan diatasi dengan meningkatkan kerja sama dan sharing informasi antar otoritas dari negara lain. Demikian mengutip laman BI, Senin (10/6/2019).

BI juga menekankan perlunya menjaga keseimbangan antara upaya untuk mendorong perkembangan inovasi di sektor keuangan dengan upaya untuk memitigasi risiko yang dapat ditimbulkan.

Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral serta Deputi Keuangan dan bank sentral negara-negara G20 di Fukuoka, Jepang pada 6-9 Juni 2019 dihadiri oleh delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan anggota dewan gubernur Bank IndonesiaDody Budi Waluyo.

Tensi perdagangan yang kembali meningkat mewarnai diskusi pada pertemuan otoritas keuangan dan moneter tersebut. Hal ini dinilai telah berdampak negatif bagi ekonomi global, serta mempengaruhi keyakinan dunia usaha dan investor.

Bila berlanjut tanpa solusi, tensi perdagangan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,5 persen, lebih besar dari perhitungan sebelumnya yang hanya sebesar 0,2 persen.

Lebih lanjut, dinamika perekonomian global membutuhkan penguatan jarring pengaman sistem keuangan (Global Financial Safety Net).

Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 ini juga membahas agenda prioritas presidensi G20 Jepang mengenai implikasi populasi yang menua terhadap kebijakan makroekonomi, upaya untuk mengatasi risiko yang ditimbulkan dari global imbalances dan upaya peningkatan pembiayaan infrastruktur melalui penyediaan infrastruktur yang berkualitas.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Selanjutnya

Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BI dalam kesempatan tersebut kembali menekankan pentingnya pemahaman terhadap sumber-sumber imbalances maupun perlunya melihat imbalances dalam cakupan yang lebih holistic dan tidak hanya dari segi current account deficit atau trade balance saja.

Akan tetapi, sisi pembiayaan, khususnya melalui aliran modal yang bersifat produktif (FDI). BI juga menekankan pentingnya bauran kebijakan makroekonomi dalam mengatasi excessive imbalances.

Perekonomian global menunjukkan perkembangan positif pada kuartal I 2019, dan diperkirakan terus membaik pada 2020. Ini sebagaimana prediksi pada April 2019.

Meski demikian, tren positif masih dibayangi beragam faktor risiko yang dapat menyebabkan perlambatan seperti peningkatan tensi perdagangan, belum jelasnya penyelesaian Brexit dan kerentanan di sektor keuangan yang meningkat di tengah rendahnya suku bunga.

Oleh karena itu, negara-negara G20 diharapkan tidak berpuas diri atas perkembangan positif yang ada, tetapi terus berupaya memitigasi risiko yang mengemuka dan bersiap untuk mengimplementasikan kebijakan yang diperlukan.

Sementara itu, disadari pula dukungan bagi pertumbuhan ekonomi global akan menjadi lebih efektif jika terdapat joint action untuk meningkatkan kerangka koordinasi internasional.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya