Liputan6.com, Riyadh - Organisasi yang bergerak di bidang hak asasi manusia, Amnesty International, mengatakan, seorang remaja Arab Saudi yang ambil bagian dalam protes anti-pemerintah kini menghadapi hukuman mati. Amnesty menyebut langkah itu "mengerikan" dan merupakan bagian dari upaya untuk menindak perbedaan pendapat politik
Pekan lalu, CNN menerbitkan laporan yang merinci penangkapan Murtaja Qureiris dan permintaan jaksa atas eksekusi terhadap pelanggaran yang termasuk ambil bagian dalam demonstrasi di Provinsi Timur negara itu selama gerakan Arab Spring 2011.
Laporan itu menampilkan video Qureiris, sebagai bocah laki-laki berusia 10 tahun, yang bersiap memimpin sekelompok anak-anak dalam protes yang menggunakan sepeda.
Tiga tahun setelah video itu direkam, kata CNN, Qureiris ditahan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut CNN, pada saat itu, para pengacara dan aktivis menganggapnya sebagai tahanan politik termuda di Arab Saudi.
Amnesty International mengatakan pihaknya telah mengonfirmasi laporan CNN, dan merinci perawatan Qureiris sejak penangkapannya pada September 2014.
Amnesty mengatakan remaja, yang sekarang berusia 18 tahun, itu ditahan di sel isolasi selama sebulan dan mengalami "pemukulan dan intimidasi".
"Para interogatornya berjanji akan membebaskannya jika ia mengaku bersalah atas tuduhan itu," kata organisasi tersebut seperti dilansir ABC Indonesia, Senin (10/6/2019).
"Pada Mei 2017 ia dipindahkan ke penjara al-Mabaheth di al-Dammam, sebuah penjara dewasa, meskipun usianya baru 16 tahun."
Amnesty mengatakan Qureiris telah didakwa berpartisipasi dalam protes anti-pemerintah, menghadiri pemakaman saudaranya Ali Qureiris, yang tewas dalam protes 2011, bergabung dengan "organisasi teroris", melemparkan bom molotov ke kantor polisi, dan menembaki pasukan keamanan, di antara sejumlah pelanggaran lainnya.
Namun CNN melaporkan Qureiris membantah tuduhan itu dan pengakuannya diperoleh di bawah tekanan otoritas Arab Saudi.
Gunakan Hukuman Mati
Direktur penelitian Amnesty International Timur Tengah, Lynn Maalouf mengatakan hukum internasional melarang hukuman mati terhadap orang di bawah 18 tahun, tetapi Pemerintah Arab Saudi memiliki catatan "mengerikan" dalam melaksanakan eksekusi.
"Otoritas Arab Saudi memiliki rekam jejak yang mengerikan menggunakan hukuman mati sebagai senjata untuk menghancurkan perbedaan pendapat politik dan menghukum demonstran anti-pemerintah - termasuk anak-anak - dari minoritas Syiah yang teraniaya," katanya.
Pada bulan April, kata Maalouf, Amnesty mengonfirmasi eksekusi Abdulkareem al-Hawaj, seorang pria Syiah lainnya, yang ditangkap pada usia 16 dan dihukum karena pelanggaran terkait keterlibatannya dalam protes anti-pemerintah.
"Seharusnya tak ada keraguan bahwa Pemerintah Arab Saudi siap melakukan apa saja untuk menindak perselisihan terhadap warga mereka sendiri, termasuk dengan menggunakan hukuman mati terhadap pria yang masih anak-anak pada saat penangkapan mereka," kata Maalouf.
"Sangat mengejutkan bahwa Murtaja Qureiris menghadapi eksekusi atas pelanggaran yang termasuk ambil bagian dalam protes saat ia baru berusia 10 tahun."
L melaporkan, usia pertanggungjawaban pidana di Arab Saudi tidak jelas tetapi pada tahun 2006 Komite Hak Anak diberitahu bahwa batasnya telah ditingkatkan menjadi usia 12 tahun.
Kerajaan itu mengatakan kepada PBB bahwa mereka tidak mengeksekusi tahanan yang dihukum karena kejahatan sebelum batas usia tanggung jawab tersebut, kata CNN.
Amnesty menyerukan negara-negara lain untuk menekan Arab Saudi untuk sepenuhnya mengakhiri eksekusi.
"Komunitas internasional ... memiliki peran penting - mereka harus mengambil sikap atas kasus-kasus ini dan menuntut agar Pemerintah Saudi mengakhiri penggunaan hukuman mati mereka untuk selamanya," kata Maalouf.
Advertisement
Arab Saudi Akan Eksekusi Mati 3 Ulama Usai Ramadan?
Tiga ulama atau cendekiawan Arab Saudi terkemuka yang ditahan oleh Riyadh atas berbagai tuduhan "terorisme", akan dijatuhi hukuman mati, menurut sebuah laporan.
Mengutip dua sumber pemerintah dan salah satu kerabat terpidana, Middle East Eye pada Selasa (21/5) melaporkan tiga orang: Sheikh Salman al-Awdah, Awad al-Qarni dan Ali al-Omari akan dihukum dan dieksekusi setelah Ramadan berakhir atau sekitar pertengahan Juni 2019 --baca selengkapnya...