Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) USD 81,48 per ton untuk periode Juni 2019. Turun jika dibanding Mei 2019 yang tercatat USD 81,86 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan, penurunan HBA disebabkan beberapa hal, diantaranya perang dagang antara China dan AS.
Adanya perang dagang tersebut ternyata mempengaruhi permintaan batu bara Indonesia dari China. Sesuai dengan hukum ekonomi, dengan penurunan permintaan tersebut maka berpengaruh terhadap penurunan harga.
Baca Juga
Advertisement
kondisi ini juga diperparah oleh kebijakan China mengurangi impor batu bara dan menambah produksi dalam negeri. Kebijakan tersebut mempengaruhi penurunan harga batu bara beberapa bulan terakhir.
Agung melanjutkan, penyebab lain yang mempengaruhi penurunan harga adalah batu bara dari Rusia mulai membanjiri pasar Asia, sehingga pasokan batu bara di pasar Asia meningkat.
"Tekanan terhadap harga batubara masih sama seperti bulan sebelumnya. Belum berkurang. Harga terkoreksi negatif," kata Agung, di Jakarta Selasa (11/6/2019).
Untuk diketahui, penetapan Harga Batu bara Acuan mengacu pada index pasar internasional. Ada empat index yang dipakai Kementerian ESDM untuk dijadikan patokan, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25 persen dalam formula HBA.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bos Adaro Prediksi Harga Batu Bara akan Capai Titik Stabil
Sebelumnya, Adaro Energy memprediksi harga batu bara akan mencapai titik stabil, setelah turun beberapa waktu terakhir. Hal ini akibat pertemuan titik keseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, dalam beberapa waktu ke depan tidak ada tambahan produksi batu bara. Ini akibat dari pendanaan asing untuk memodali kegiatan penambangan batu bara yang semakin ketat.
BACA JUGA
"Permasalahan dari sisi suplai, financing baru untuk dari bank itu susah gara-gara bank asing bisnis batu bara nggak deh. Berarti kalau nggak ada financing baru, berarti suplai baru juga tidak meningkat," kata Garibaldi, di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Menurut Garibaldi, kondisi tersebut akan membuat pasokan batu bara di pasar stabil. Sebab tidak ada pemain baru yang menambah produksi. Dengan begitu, akan berpengaruh pada harga yang stabil.
Dia pun memperkirakan harga batubara akan berada dikisaran level USD 80 per ton. "Kalau suplai tidak meningkat karena tidak ada pemain baru berarti harga stabil. Di 80-an. Sekarang di 85," tuturnya.
Garibaldi melanjutkan, untuk permintaan batu bara akan mengalami kenaikan seiring beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas besar di beberapa negara Asia. Hal ini membuat stok batu bara yang saat ini berlebih menjadi terserap sesuai kebutuhan.
"Beberapa tahun ke depan harusnya bertambah karena PLTU Batang jadi, Vietnam jadi, Jepang, Thailand. Dia kan butuh batu bara. Saya lihat supply akan tetap akan terbatas karena financing," tandasnya.
Advertisement