Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik menekankan bahwa kapanpun Brexit akan terjadi, itu tidak akan berpengaruh pada hubungan kedua negara yang telah lama terjalin.
"Tidak ada sama sekali. Kita sudah lama menjalin kerja sama dengan Indonesia dan itu sudah tertera dalam peraturan WTO," ujar Dubes Moazzam Malik, di Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Pada Maret lalu, saya sudah menyampaikan kepada Menteri Kehutanan RI Ibu Siti Nurbaya. Kapanpun Inggris keluar dari Uni Eropa, produk kayu dari Indonesia bisa masuk ke Inggris."
"Tidak ada hambatan. Bukannya hambatan, malah akan ada banyak kesempatan."
Menurut Moazzam, Inggris memiliki banyak fokus terhadap kerja sama dengan banyak negara, khususnya di wilayah Asia. Mulai dari Indonesia, India hingga China.
Saat ditanya soal kondisi Inggris sekarang (soal Brexit), Moazzam hanya berkata; "Kita lihat nanti."
"Memang ada perdebatan besar. Ada sejumlah warga yang masih tidak setuju. Tapi kebanyakan dari referendum setuju," jelas Moazzam.
"Keputusan rakyat sudah jelas. Namun bentuknya masih dalam diskusi." tambahnya.
Target sementara dari Brexit yang ditentukan Uni Eropa adalah 31 Oktober 2019.
Pastikan Inggris Baik-Baik Saja
Meski banyak masyarakat yang merasa bahwa Inggris sedang gaduh, Dubes Moazzam tetap meyakinkan bahwa negaranya masih aman-aman saja.
"Perekonomian Inggris masih stabil. Bahkan, tingkat pengangguran saat ini terendah dalam sejarah," kata Moazzam.
"Inggris punya SDM yang mumpuni. Iklim bisnis juga baik, hukum baik, Inggris juga selalu berinovasi dan menjadi target kerja sama asing," jelasnya.
Advertisement
Upaya Theresa May
Theresa May adalah perdana menteri yang menghabiskan hampir tiga tahun untuk mempertahankan hasil referendum Brexit 2016, meskipun upaya tanpa hentinya (3 kali proposal) terus menerus ditolak parlemen dan akhirnya gagal.
Pada pemilihan parlemen musim panas 2016, para pemilih membuat dunia terkejut dengan memutuskan untuk mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa. Perdana Menteri saat itu, David Cameron, kemudian hengkang.
Boris Johnson, mantan walikota London, muncul sebagai calon terdepan untuk menggantikan Cameron, tetapi manajer kampanye Johnson sendiri secara publik mentorpedo usahanya, menjadikan May sebagai satu-satunya kandidat yang layak dan pas.
Banyak politikus berpendapat bahwa mencalonkan diri sebagai perdana menteri adalah kesalahan besar pertama May.
Theresa May harus bersaing dengan para pemimpin Partai Nasional Skotlandia yang marah tentang Brexit, dan mengancam akan mengadakan referendum kemerdekaan kedua yang dapat memecah belah Inggris.
Di samping itu, mereka menilai Brexit mengancam masa depan perbatasan Irlandia, karena akan menciptakan dua ekonomi terpisah di pulau Irlandia.