Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan asumsi ekonomi makro tahun 2020 untuk nilai tukar Rupiah adalah pada level 13.900-14.300 dan inflasi 3 persen plus minus 1.
Perry menilai,sejauh ini Rupiah masih menunjukan kondisi yang positif. Tercatat hingga hari ini nilai tukar berada pada posisi 14.250 terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
"Hingga tanggal 10 Juni 2019 nilai tukar Rupiah 14.250 per USD atau menguat 0,91 persen bila dibandingkan dengan level akhir tahun 2018 yaitu Rp 14.380, nilai tukar rupiah pada tahun 2019 mencapai Rp 14.187 atau menguat 0,41 persen dibandingkan rerata tahun 2018 Rp 14.246," kata dia di ruang rapat Badang Anggaran DPR RI, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, BI memperkirakan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia akan mencatat surplus sejalan dengan prospek aliran masuk modal asing yang terus berlanjut.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) 2019 juga diperkirakan lebih rendah dari tahun 2018 yaitu dalam kisaran 2,5 sampai 3 persen terhadap PDB.
"Sejalan dengan perkiraan neraca pembayaran tersebut, kami memperkirakan rata-rata nilai tukar pada tahun 2019 akan berada pada kisaran Rp 14.000 - Rp 14.400 terhadap dolar Amerika Serikat," ujarnya.
"Pada tahun 2020 kami memperkirakan bahwa prospek penguatan Neraca Pembayaran Indonesia akan berlanjut ditopang oleh peningkatan aliran masuk modal asing dan penurunan defisit transaksi berjalan," dia menambahkan.
Aliran masuk modal asing (inflow) diperkirakan meningkat dipengaruhi oleh prospek ekonomi yang membaik dan juga koordinasi yang kuat kebijakan antara pemerintah Indonesia dan berbagai otoritas terkait, untuk 2019 defisit transaksi berjalan kita akan tetap terkendali.
"Dengan berbagai perkembangan tersebut kami memperkirakan bahwa rata-rata nilai tukar Rupiah pada tahun 2020 akan berada pada kisaran Rp 13.900 sampai dengan Rp14.300 dolar Amerika Serikat," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Jurus Pemerintah Jaga Rupiah Stabil pada 2020
Asumsi nilai tukar Rupiah dalam kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2020 ditetapkan berada di kisaran 14.000-15.000 per Dolar Amerika Serikat (AS).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan asumsi nilai tukar Rupiah serta masalah neraca transaksi berjalan yang sangat dipengaruhi baik faktor eksternal maupun domestik.
"Dari sisi eksternal, perlemahan ekonomi global, ketidakpastian hubungan dagang AS dan Tiongkok, arah kebijakan moneter AS, proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa, dan perlemahan perdagangan global, serta fluktuasi harga komoditas," kata dia di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Baca Juga
Dia menjelaskan, hal-hal tersebut mempengaruhi besarnya arus valuta asing (valas) yang masuk dan keluar Indonesia seperti yang terjadi pada tahun 2018, yang pada gilirannya berimbas pada fluktuasi nilai tukar Rupiah.
Selain itu, neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan adalah refleksi perekonomian Indonesia dalam hubungannya dengan dunia internasional.
Perbaikan kinerja ekspor barang dan serta pendalaman sektor keuangan akan jasa, serta perbaikan iklim investasi mempengaruhi posisi neraca transaksi modal dan finansial. "Persoalan tersebut telah dan akan menjadi agenda perekonomian kita," ujarnya.
Dia mengungkapkan pemerintah akan melakukan perbaikan struktural untuk memperkuat daya saing ekonomi domestik, penguatan sektor riil dan pendalaman sektor industri, perbaikan infrastruktur, penyederhanaan aturan atau deregulasi, dan insentif-insentif kebijakan ditujukan untuk menciptakan efisiensi, produktivitas dan inovasi di sektor riil.
Hal itu guna mendorong produk Indonesia agar memiliki daya saing baik untuk ekspor maupun di pasar domestik.
"Perbaikan iklim investasi dan penyederhanaan regulasi juga akan mendorong arus investasi masuk ke Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, strategi juga dilakukan dengan cara melakukan pengembangan sektor pariwisata yang memiliki program andalan sepuluh destinasi wisata di luar Bali.
Program tersebut diharapkan akan makin menarik jumlah wisatawan luar negeri dan mencegah keluarnya devisa karena wisatawan Indonesia ke luar negeri.
"Dengan langkah tersebut arus modal dan perdagangan barang dan jasa akan dapat diseimbangkan atau bahkan menjadi surplus sehingga mendorong akumulasi cadangan devisa nasional dan juga berdampak pada perbaikan nilai tukar," ujarnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement