Liputan6.com, Tokyo - Sejumlah ilmuwan berkebangsaan Rusia dan Jepang telah menemukan kepala serigala yang merupakan spesies zaman es. Bagian tubuh hewan itu masih segar atau belum membatu, karena telah terawetkan dalam permafrost (lapisan es yang membeku) selama 40.000 tahun.
Mereka berharap penemuan unik ini akan membantu peneliti untuk mempelajari lebih lanjut tentang hewan pemangsa kuno yang menjelajahi Eropa dan Asia. Khususnya bersama dengan badak berbulu dan mammoth pada zaman es, termasuk bagaimana nasib akhir binatang buas yang dimaksud.
Baca Juga
Advertisement
"Kami ingin menjawab pertanyaan apakah serigala ini menghilang atau bertransformasi menjadi serigala modern, (serta) seberapa besar kaitannya dengan serigala modern," kata Albert Protopopov, kepala studi fauna raksasa di akademi ilmu pengetahuan Yakutia, kepada The Telegraph dikutip Rabu (12/6/2019).
Kepala serigala zaman es yang ditemukan memiliki panjang 40 sentimeter, masih tertutup bulu tebal dan memiliki taring yang tampaknya ganas. Hewan itu tampaknya mati pada usia dua hingga empat tahun. Adapun temuan yang dimaksud telah dipamerkan di Tokyo pada pekan lalu.
Kepala serigala itu, ditemukan pada tahun lalu di Sungai Tirekhtyakh, Yakutia di daerah terpencil Siberia oleh penduduk setempat. Sebelumnya, bangkai bayi singa gua yang terpelihara dengan baik juga pernah ditemukan di dekat tempat itu.
Yakuta memang wilayah dengan es yang beku sepanjang tahun. Hal itu mencegah taring kuno dan bangkai membusuk. Spesimen telah muncul semakin sering karena perubahan iklim secara bertahap mencairkan lapisan es ini.
Industri gading mamut telah menjadi sumber utama penemuan palaeontologi di wilayah tersebut. Para pemburu telah memberikan kepala serigala itu kepada Protopopov.
Para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Jikei di Tokyo melakukan pemindaian tomografi untuk memetakan otot dan jaringan pada spesimen. DNA dan anatomi bagian dalam kepala hewan itu akan terus dipelajari oleh Tokyo dan Stockholm.
Bekerja dengan para ilmuwan Rusia, para ilmuwan berencana untuk membandingkan susunan genetik dan morfologi hewan itu dengan serigala saat ini.
Lebih Besar dari Serigala Modern?
Tidak jelas apakah "serigala Pleistosen" yang ditemukan itu memang lebih besar dari serigala kontemporer. Yang jelas, ukuran kepalanya 40 sentimeter dengan rahangnya lebih kuat dari spesies kontemper yang sejenis.
"Mereka bisa membunuh hewan yang lebih besar. Mungkin yang terbesar adalah bison," kata Protopopov.
"Ini penting bagi sains karena serigala di Pleistosen tersebar luas sebagaimana singa gua," katanya.
"Ada banyak serigala, tetapi kita tidak tahu banyak tentang mereka," imbuhnya.
Beberapa spesies serigala hidup pada zaman es Pleistosen, termasuk serigala mengerikan yang pernah dirayakan di Amerika. Berdasarkan tulang yang ditemukan di Siberia, baik anjing dan serigala modern diyakini telah "berpisah" dari leluhur serigala setidaknya 27.000 tahun yang lalu. Adapun anjing jenis husky Siberia diketahui memiliki gen serigala kuno hingga sekarang.
Advertisement
Rencana untuk Mengkloning Hewan Purba
Pameran di Tokyo juga menampilkan spesimen spesimen singa gua Siberia baru bernama Spartak, yang beratnya kurang dari dua pon.
Bangkai itu ditemukan dalam kondisi hampir murni, seperti kepala serigala, dan akan dibandingkan dengan singa modern.
Para ilmuwan dari Yakutia dan Jepang juga berharap suatu hari dapat mengkloning mamut berbulu dari jaringan yang ditemukan di permafrost Siberia, meskipun proyek semacam itu tidak mungkin dilakukan dengan teknik saat ini.