Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia tengah mencari pinjaman dana dari bank. Pinjaman tersebut untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Gresik, Jawa Timur. Proyek infrastruktur tersebut membutuhkan biaya sekitar USD 3 miliar.
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, saat ini Freeport Indonesia sedang melakukan pembicaraan dengan beberapa bank agar bisa mendapat pinjaman dana. Namun dia tidak menyebutkan besaran pinjamannya. Ada 15 bank, baik dari dalam negeri mapupun luar negeri yang sudah memberikan respons.
"Masih dalam proses pembicaraan tapi banyak yang minat, mungkin sudah 15 bank yang berminat. Bank asing sama bank nasional," kata Tony, di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Saat ini proses pembangunan smelter Gresik sudah pada padatan tanah dengan porsi mencapai 3,86 persen. Sejauh ini Freeport Indonesia telah menggelontorkan dana USD juta dari kas internal.
Sementara total kebutuhan investasi untuk membangun infrastruktur tersebut mencapai USD 3 miliar.
"Proyek itu keseluruhan itu hampir USD 3 miliar, mungkin sekitar USD 150 juta sudah kita keluarkan," tuturnya.
Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama menambahkan, pembangunan smelter Gresik akan masuk konstruksi fisik pada 2020 dan diperkirakan akan selesai pada 2023.
Lahan yang digunakan untuk infrastruktur tersebut seluas 100 hektare.
"Sipilnya mungkin pertengahan 2020. Jadi persiapannya agak lama. Sekarang lagi pemadatan tanah, peninggian tanah," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Freeport Siap Tambah Kuota Ekspor
PT Freeport Indonesia sedang mempersiapkan penambahan kuota ekspor mineral tembaga olahan (konsetrat tembaga). Pada 2019, volume ekspor perusahaan tersebut sebanyak 198.282 ton.
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, penambahan kuota ekspor disesuaikan dengan produksi bijih tembaga, yang sedang turun akibat perpindahan lokasi kegiatan penambangan dari tambang terbuka menjadi bawah tanah.
"Ya tergantung produksi kita, kan memang ada penurunan produksi," kata Riza, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Rabu (12/6/2019).
BACA JUGA
Riza menuturkan, saat ini sub holding tambang PT Indonesia Alumunium (Inalum) tersebut mempersiapkan penambahan kuota. Proses administrasinya sedang diajukan.
"Lagi disiapkan (penambahan kuota). Lagi diajukan," tutur dia.
Riza pun optimistis, Freeport Indonesia mampu mengejar target produksi pada 2019 sebanyak 1,2 juta ton. "InsyaAllah sesuai target," tegasnya.
Untuk diketahui, konsentrat yang diekspor oleh Freeport memang menjadi salah satu pasokan konsentrat terbesar bagi negara-negara industri seperti China, Jepang dan Korea Selatan.
Pada 2019, PT Freeport Indonesia mendapatkan jatah produksi sebesar 1,2 juta ton konsentrat. Hasil produksi tersebut digunakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas smelter dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor.
Advertisement