Liputan6.com, Banyuwangi - Puluhan warga berebut ribuan ketupat yang disusun menyerupai sebuah gunung di Dusun Kampung Baru, Desa/Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Selasa, 11 Juni 2019. Rangkaian ketupat yang menyerupai gunung ini disebut Kupat Gunggung.
Mereka berlomba mendapatkan ketupat untuk melihat peruntungan selama setahun ke depan dengan melihat besar kecilnya uang yang ada dalam ketupat tersebut.
Perebutan ketupat dari Kupat Gunggung ini merupakan bagian dari ritual adat Gelar Pitu yang digelar masyarakat Dukuh atau sekarang dikenal dengan Dusun Kampung Baru.
Baca Juga
Advertisement
Adat Gelar Pitu ini digelar tepat pada hari ketujuh bulan Syawal. Perebutan Kupat Gunggung ini tidak hanya diikuti warga setempat. Siapa pun boleh mengikutinya.
"Dalam ketupat di kupat gunggung itu ada uangnya. Ada kepercayaan masyarakat bahwa kalau kita beruntung, nasib kita bisa dilihat dari besar kecilnya uang yang didapatkan dalam ketupat itu. Dalam artian, kalau uang yang didapat besar maka diyakini rejekinya lebih lancar selama setahun ke depan," tutur Ketua Adat Dusun Kampung Baru, Desa/Kecamatan Glagah, Samsul Lasmidi.
Masyarakat percaya, jika uang yang didapat dalam ketupat nilainya besar, rezeki mereka selama setahun ke depan akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, jika uang yang didapat kecil maka diyakini rezekinya tidak akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Ketupat berisi uang yang digunakan untuk Kupat Gunggung merupakan sumbangan dari warga. Nominal uang yang dimasukkan dalam ketupat tidak ditentukan. Tergantung pada masyarakat yang membuat ketupat itu sendiri.
Makna Filosofi Tradisi Kupat Gunggung
Kupat Gunggung ini menurut Samsul Lasmidi juga memiliki filosofi tersendiri. "Filosofi Kupat Gunggung ini, kita sebagai manusia merupakan gudangnya salah dan gudangnya keliru maka dengan Kupat Gunggung ini kita berharap terhindar dari kesalahan dan dosa, kita bisa terbebas dari salah dan dosa," Samsul menerangkan.
Samsul menyatakan, Adat Gelar Pitu merupakan ungkapan rasa syukur dari warga masyarakat khususnya Dusun Kampung Baru Desa Glagah setelah menjalankan Hari Raya Idul Fitri. Selama 7 hari melaksanakan hari Raya Idul Fitiri warga diberikan keselamatan. Maka, untuk mewujudkan rasa syukur, warga menggelar adat Gelar Pitu.
"Adat tradisi yang kami laksanakan pada hari ketujuh bulan Syawal. Adat ini adalah bentuk rasa syukur kami yang telah diberikan keselamatan dan rezeki selama satu tahun. Kami membuat kopat lepet," dia menerangkan.
Adat Gelar Pitu diawali dengan arak-arakan membawa Kupat Gunggung berkeliling kampung diiringi kesenian barong. Arak-arakan juga diikuti pemangku adat yang membawa semacam sesajen lengkap dengan dupa yang dibakar. Dalam ritual adat Gelar Pitu ini warga juga berziarah ke makam leluhur.
Setelah diarak berkeliling kampung, Kupat Gunggung kemudian diletakkan di jalan yang berada di tengah kampung. Selanjutnya, warga menggelar selamatan kampung. Mereka menyantap sajian yang telah ditata sedemikian rupa di sepanjang jalan.
Semua orang yang hadir menyaksikan adat Gelar Pitu ini juga ikut menyantap hidangan khas kampung ini. Puncak acara Gelar Pitu adalah perebutan ketupat dari Kupat Gunggung.
Erina Agustin, salah seorang warga yang ikut memperebutkan ketupat dari Kupat Gunggung mengaku senang bisa mendapatkan Ketupat. Dia rela bersusah payah memperebutkan Kupat Gunggung untuk mendapatkan berkah.
"Warga percaya jika (ketupat) ini disimpan di rumah, bisa menolak bala dan membawa berkah. Semoga kampung ini semakin aman dan tenteram dan semakin dimurahkan rezeki. Warga juga semakin rukun karena kampung ini juga dikenal dengan kerukunan warganya," dia menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement