Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membenarkan adanya penggunan peluru tajam pada aksi kerusuhan 21-22 Mei lalu. Namun, peluru itu, kata dia bukan dalam standar milik Polri.
"Saya enggak perlu tapi kita dengar, saya tadi iseng-iseng bicara dengan ketua Komnas di sini. Peluru tajam polisi juga mengakui peluru tajam, tapi peluru tajamnya bukan standar Polri. Itu persoalannya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Advertisement
Yasonna mengatakan TNI dan Polri tidak diperbolehkan membawa senjata tajam pada saat mengamankan aksi. Meski begitu dia menyerahkan sepenuhnya penyelidikan asal peluru itu kepada polisi.
"Polri dan TNI diperintahkan tidak boleh bawa senjata tajam, hanya peluru karet. Tapi sudahlah serahkan ke polisi untuk jelaskan itu kepda publik. Kita semua awasilah secara konstitusional, Komisi III mengawasi," ungkapnya.
Di tempat yang sama, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga mengatakan ada penggunaan peluru tajam di kerusuhan 22 Mei. Namun, kata dia, Polri tidak tahu siapa yang menembakan peluru tersebut.
"Iya (tidak tahu), dan mereka tentu bertanggungjawab untuk mencari siapa yang menembakan itu. Itu yang tidak kita katakan. Kita bisa memahami juga bahwa tidak gampang untuk menemukan itu karena TKP saja itu masih kabur," kata Taufan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Temuan Peluru Tajam
Sebelumnya, saat terjadi kerusuhan di kawasan Slipi, Rabu, 21 Mei lalu ditemukan peluru tajam yang diduga dari dalam mobil Brimob.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, mobil tersebut milik Komandan Kompi Brimob.
Berdasarkan SOP, Dankie atau Komandan Kompi Brimob diperbolehkan membawa peluru tajam untuk kepentingan anti anarki. Ini pun harus melalui kontrol ketat dari Komandan Pleton atau atasannya. Selain itu, untuk penggunaannya harus langsung melaporkannya kepada Kapolda.
"Anti anarkis dikendalikan langsung oleh Kapolda Metro dalam rangka melakukan penegakan hukum secara tegas dan terukur kepada para perusuh yang nyata-nyata sudah melakukan aksi anarkis yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat, aparat dan telah melakukan pengrusakan properti-properti masyarakat dan aparat," jelas Dedi Prasetyo.
Reporter: Sania Mashabi
Advertisement