Tim Hukum Prabowo Sebut Kenaikan Gaji PNS yang Dilakukan Jokowi Sebagai Vote Buying

Pria yang karib disapa BW itu menyebut, kenaikan gaji PNS, dan pembagian THR yang lebih awal sebagai vote buying.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 14 Jun 2019, 11:18 WIB
Suasana sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sesuai jadwal, persidangan hari ini dengan agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon, yaitu paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga menyebut kecurangan Pemilu 2019 dilakukan dengan matang. Hal ini dikatakan Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, bambang Widjojanto saat membacakan permohonan gugatan hasil Pilpres di Mahakamah Konstitusi MK.

Pria yang karib disapa BW itu menyebut, kenaikan gaji PNS, dan pembagian THR yang lebih awal oleh capres petahana Jokowi sebagai vote buying. Pembelian suara itu, kata BW dimulai saat pembahasan APBN yang melibatkanbeberapa kementerian yang berada di bawah kendali presiden selaku calon petahana.

Sehingga dengan demikian, kata BW, penyusunan APBN untuk kepentingan pemenangan Paslon 01 jelas dilakukan secara sistematis, dalam artian direncanakan secara matang, tersusun dan bahkan sangat rapi.

"Bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih capres paslon 01, yang tidak lain juga adalahPresiden petahana," ujar BW.

Program kenaikan gaji PNS ini, kata BW, merupakan korupsi karena menyalahgunakankeuangan negara untuk kepentingan pribadi pemenangan Paslon 01 dalam Pilpres 2019, dengan membungkusnya sebagai seolah-olah sebagai program negara.

"Apalagi, nilai uang yang dianggarkan dandicairkan untuk program-program yang disalahgunakan tersebut tidaklah sedikit, yaitu total Rp. 100 triliyun hal mana menguntungkan Paslon 01, dengan menggunakan fasilitas anggaran," kata dia.

Dapat diduga, kata BW, Jokowi-Ma'ruf dan tim kampanyenya akan berdalih bahwa program negara tersebut bukanlah vote buying, karena tidak dilakukan oleh pasangan calon.

"Dalih demikian harus dibantah, sebab meskipun dilakukan secara cerdik, yaitu disampaikan dalam forum-forum kenegaraan, hal demikian tidakmenghilangkan hakekat bahwa anggaran dan program negara tersebut sedang disalahgunakanoleh Presiden petahana Joko Widodo, untuk kepentingan pribadi pemenangan Paslon 01 JokoWidodo dan KH Maruf Amin," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tidak Konsisten

Salah satu indikasi kuat bahwa ada penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran negara tersebut, kata BWterlihat jelas dari inkonsistensi cara berfikir dan kebijakan antara Presiden Petahana JokoWidodo dan Capres Joko Widodo, terkait perlunya kenaikan gaji PNS.

Di satu sisi, lanjut BW dalam kapasitasnya sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS yang dibayarkan secara rapel pada pertengahan April 2019 menjelang hari pencoblosan Pilpres 2019.

Namun pada kesempatan debat sebagai Capres pada 17 Januari 2019, Joko Widodo justru menolak ide kenaikan gaji tersebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi.

"Dengan logika berpikir yang rasional dan wajar bahwa kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS bukanlah bagian dari kebijakan jangka panjang pemerintahan Jokowi, tetapi lebih merupakan kebijakan jangka pendek dan pragmatis Presiden Petahana Joko Widodo yang juga Capres Paslon 01,yang tidak lain dan tidak bukan bertujuan secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi preferensi penerima manfaat program kenaikan gaji tersebut, yaitu para pemilih Pilpres 2019 dan keluarganya," tandas BW.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya