Liputan6.com, Ramallah - Para pejabat Palestina, pada Rabu 19 Juni 2019, menyatakan kekecewaannya atas keputusan beberapa negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, dan Maroko, untuk menghadiri konferensi ekonomi yang dipimpin Amerika Serikat di Bahrain akhir Juni 2019.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengumumkan niatan serupa, meskipun ada permintaan dari Palestina untuk memboikot konferensi tersebut.
Konferensi Bahrain merupakan usulan dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang digadang-gadang akan menjadi panggung untuk mengungkap porsi aspek ekonomi dari proposal rencana perdamaian Israel - Palestina yang telah lama ditunggu-tunggu, atau yang populer dikenal sebagai "Deal of the Century" (Kesepakatan Abad Ini).
Memperbarui penolakan yang telah lama mereka suarakan, Palestina kembali meminta negara Arab memboikot konferensi yang dijadwalkan akan diluncurkan di ibukota Manama pada 25 Juni.
Baca Juga
Advertisement
"Kami kecewa," kata pejabat Otoritas Palestina di Ramallah, mengomentari rencana Yordania, Mesir, dan Maroko, untuk menghadiri konferensi.
"Partisipasi negara Arab akan menjadi pukulan berat bagi warga Palestina," lanjutnya, seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Jumat (14/6/2019).
Pejabat itu mengklaim bahwa pemerintah AS telah memberikan tekanan besar pada negara-negara Arab agar tidak mengindahkan seruan Palestina untuk memboikot konferensi Bahrain.
"Kami memahami bahwa beberapa negara Arab menghadapi tekanan berat, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka harus bertindak melawan kepentingan rakyat mereka dan Palestina."
Ia juga menyebut bahwa pemerintahan AS "berusaha menetapkan solusi yang tidak selaras dengan "legitimasi internasional."
Pejabat Otoritas Palestina lain justru mengerdilkan rencana kehadiran negara-negara Arab ke Konferensi Bahrain, menyebut bahwa partisipasi mereka "tidak berarti apa-apa."
"Orang-orang Arab sangat sadar bahwa mereka tidak berwenang untuk mewakili Palestina di konferensi," katanya.
Simak video pilihan berikut:
Fatah Menyerukan Hal Serupa
Fatah, salah satu faksi politik utama Palestina, mengadakan pertemuan darurat di Ramallah pada Rabu kemarin untuk memperbarui panggilan mereka ke negara-negara Arab agar memboikot Konferensi Bahrain.
Mereka juga menyerukan Bahrain untuk membatalkan keputusannya menjadi tuan rumah konferensi.
Majed al-Fityani, sekretaris jenderal Dewan Revolusi Fatah, sebuah badan pembuat keputusan utama, meminta negara-negara Arab yang telah setuju untuk menghadiri konferensi untuk membatalkan keputusan mereka.
"Kami mengatakan kepada orang-orang Arab bahwa kami menolak konferensi Bahrain," katanya. “Kami mendesak Anda untuk memboikot bengkel ini. Kami tidak ingin konferensi ini berubah menjadi jaring keamanan untuk melanggengkan pendudukan. Hak-hak kami tidak dapat dinegosiasikan, dan orang-orang kami dapat menggunakan metode mereka untuk menghadapi konspirasi besar. "
Fityani memperingatkan agar orang-orang Arab tidak menjadi alat di tangan pemerintah AS dan "mitra dalam kesepakatan yang bertujuan menghilangkan Palestina."
Palestina, tambahnya, belum mengamanatkan siapa pun untuk berbicara atas nama mereka di forum internasional.
Sedangkan Dewan Fatah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemerintah AS "telah menjadi mitra pendudukan (Israel di tanah Palestina), dan semua yang mereka inginkan adalah mengubah bentuk pendudukan ini dan melestarikannya."
Dewan menegaskan penolakannya terhadap rencana perdamaian mendatang Presiden AS Donald Trump.
"Palestina dan Yerusalem tidak untuk dijual," katanya, menyerukan orang Palestina untuk mengadakan protes selama Konferensi Bahrain untuk menyuarakan oposisi mereka terhadap kebijakan AS dan Israel.
Advertisement
Hamas Juga Desak Pemboikotan
Seruan pemboikotan juga datang dari Hamas, faksi politik utama Palestina yang saat ini memerintah eksklave Jalur Gaza.
Fawzi Barhoum, seorang juru bicara Hamas, meminta negara-negara Arab untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka, yang bertentangan dengan sikap oposisi Palestina untuk berpartisipasi dalam konferensi tersebut.
"Konferensi ini adalah bagian dari 'Kesepakatan Abad Ini,' yang bertujuan melikuidasi perjuangan Palestina," katanya.
Ismail Radwan, pejabat Hamas lainnya di Jalur Gaza, menegaskan kembali sikap organisasinya yang menentang konferensi tersebut.
"Masalah Palestina bukanlah masalah ekonomi atau kemanusiaan," katanya.
"Ini adalah masalah orang telantar, dan tidak ada ruang untuk pendudukan di tanah Palestina. Kami menyerukan negara-negara Arab untuk memboikot konferensi ini, yang akan gagal karena tidak adanya Palestina," lanjutnya.
Para pengkritik 'Deal of the Century' mendiskreditkan pendekatan itu dengan merujuk fakta bahwa pembahasan isu ekonomi tidak diadakan bersamaan dengan diskusi politik.
"Anda tidak dapat melakukan pembangunan ekonomi yang serius tanpa menyelesaikan masalah keamanan dan politik yang memungkinkan investor dan pertumbuhan ekonomi internal dan lapangan kerja," kata Aaron David Miller, mantan perunding dan analis masalah Timur Tengah untuk pemerintahan AS di masa Partai Republik dan Partai Demokrat seperti dikutip The Washington Post.
Israel Belum Mengumumkan Akan Hadir
Sementara itu, Israel belum secara resmi mengatakan bahwa mereka telah menerima undangan resmi untuk konferensi, tampaknya menunggu "massa kritis" dari negara-negara Arab untuk mengumumkan partisipasi mereka sebelum mengatakan bahwa mereka juga akan mengambil bagian.
Seorang pejabat AS mengatakan pengumuman Israel diharapkan "segera."