Pernyataan Lengkap Anies Baswedan Soal Penerbitan IMB di Pulau Reklamasi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan alasannya menerbitkan IMB di kawasan Pulau Maju.

oleh Ika Defianti diperbarui 14 Jun 2019, 15:54 WIB
Gaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat memantau penyegelan bangunan di Pulau Reklamasi, Teluk Jakarta, Kamis (7/6). Anies tampak mengenakan baju batik lengan panjang dan celana hitam. (Liputan6.com/HO/Deka Wira Saputra)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan angkat bicara mengenai penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di Pulau D atau Kawasan Pantai Maju. Anies menyebut reklamasi dan penerbitan IMB merupakan dua hal yang berbeda.

Menurut Anies reklamasi merupakan kegiatan membangun daratan di atas perairan. Pihaknya juga telah mencabut izin reklamasi di 13 dari 17 pulau yang ada. Dan empat kawasan yang tersisa telah berbentuk daratan.

"IMB ini bukan soal reklamasi jalan atau berhenti, tapi IMB adalah soal ijin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan. Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan Reklamasi adalah dua hal yang berbeda," kata Anies dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Dia menyebut empat kawasan tersebut akan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan hukum sebagi lokasi kepentingan publik. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyebut penerbitan IMB dan reklamasi merupakan dua hal yang berbeda.

Berikut ini keterangan tertulis lengkap Anies tentang reklamasi dan penerbitan IMB Pantai Maju:

Katanya reklamasi dihentikan, mengapa IMB dikeluarkan ?

Ada dua hal yang berbeda: Pertama reklamasi dan kedua pemanfataan lahan hasil reklamasi. Reklamasi adalah kegiatan membangun daratan di atas perairan. Jadi yang dimaksud dengan reklamasi adalah pembuatan lahan baru. Ada 17 pantai/pulau yang akan dibangun di teluk Jakarta. Kini Kegiatan reklamasi itu telah dihentikan. Semua ijin reklamasi telah dicabut. Ada 13 pulau tidak bisa diteruskan dan dibangun. Ada 4 kawasan pantai yang sudah terbentuk sebagai hasil reklamasi di masa lalu. Faktanya itu sudah jadi daratan. Di 4 kawasan pantai tersebut akan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan hukum untuk sebanyak-banyaknya kepentingan publik. 

IMB ini bukan soal reklamasi jalan atau berhenti, tapi IMB adalah soal ijin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan. Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan Reklamasi adalah dua hal yang berbeda.

Itulah janji kami sejak masa kampanye: 1) menghentikan reklamasi dan 2) memanfaatkan utk kepentingan publik atas lahan/daratan hasil reklamasi di masa lalu. Dan kami tetap konsisten melaksanakan janji itu.

Reklamasi ini program siapa?

Ya, ini memang sering jadi pertanyaan: Reklamasi itu program pemerintah atau program swasta? Reklamasi adalah program pemerintah yang dituangkan dalam Kepres no 52 tahun 1995 dan dalam Perda no 8 tahun 1995. Pemerintah saat itu menugaskan pihak swasta untuk melaksanakan reklamasi dan dibuat Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah DKI dengan swasta di tahun 1997. Perjanjian ini mengharuskan pihak swasta melakukan reklamasi dengan imbalan mendapat hak memanfaatkan lahan seluas 35 persen.

Kalau reklamasi adalah program pemerintah, mengapa selama ini kesannya lahan reklamasi itu milik swasta dan pengembang?Mengapa pulau2 itu dijaga ketat dan tidak bisa dimasuki ?

Dahulu ini semua fakta dan pengertian dasar seperti yang sebut tadi seakan terkubur. Efeknya Lahan hasil reklamasi itu dahulu 100 persen dikuasai oleh swasta. Bahkan dahulu pulau itu jadi areal tertutup, dimana publik dan media sekalipun tidak bisa masuk. Seakan itu wilayah tersendiri dan terpisah dari publik Jakarta.

Sejak kita bertugas di Pemprov DKI Jakarta, kita luruskan semua itu sesuai dengan aturan hukumnya. Seluruh daratan itu adalah milik pemprov DKI, dan swasta hanya berhak untuk menggunakan 35 persen lahan hasil reklamasi, sesuai dengan ketentuan yang ada.

Lalu kami buka seluruh kawasan pulau itu untuk publik. Kedaulatan kita tegakkan, ketentuan hukum kita jadikan pedoman. Tidak ada lagi pantai ekslusif, tertutup dan terlarang utk dimasuki publik. Semua dibuat terang benderang dan kami menugaskan BUMD milik Pemprov DKI yaitu Jakpro utk mengelola dan memanfaatkan lahan hasil reklamasi tersebut.

Bagaimana dengan lahan yg dikelola oleh pihak pengembang ?

Nah, areal sebesar 35% itu memang hak penggunannya ada pihak swasta. Mereka lalu melakukan kegiatan pembangunan dengan merujuk pada Peraturan Gubernur no 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK). Pergub itu mengatur tentang rencana tata ruang di lahan hasil reklamasi tersebut.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 


Proses Penerbitan IMB

Apakah boleh membangun berdasarkan Pergub PRK ?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 36 tahun 2005 Pasal 18 ayat 3, kawasan yang belum memiliki RTRW dan RDTR, Pemerintah Daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara. Pulau C dan D sudah ada di RTRW DKI Jakarta namun belum ada di RDTR DKI Jakarta. Oleh karenanya, Gubernur saat itu mengeluarkan Pergub 206 tahun 2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. Suka atau tidak suka atas isi pergub 206 tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat.

Pemprov DKI saat ini sedang melakukan Revisi RDTR, sehingga pemanfaatan ruang akan diatur dengan lebih pasti di Revisi RDTR tersebut.

Apa pelanggaran yang dilakukan Pihak Swasta ?

Mereka melakukan pembangunan tanpa IMB. Di tahun 2015, 2016, 2017 Pemprov sebenarnya sudah melakukan penindakan. Diberi surat peringatan, bahkan pernah disegel. Tapi pihak swasta seakan tidak peduli. Kawasan itu tetap tertutup, pembangunan jalan terus walau tanpa ijin. Sebuah pelanggaran yang terang-terangan dan menggambarkan bahwa Pemprov tidak dihargai oleh pihak swasta. Dengan kata lain, Pemprov tidak bisa menertibkan pelanggar hukum. 

Begitu kami mulai bertugas di DKI, saya tegaskan bahwa sikap pihak swasta yang seperti itu tidak akan dibiarkan. Negara tidak boleh loyo dalam menegakkan hukum, apalagi di hadapan yang besar maka negara justru harus hadir lebih besar lagi ! 

Lalu di tahun 2018, kami melakukan penyegelan. Saya khusus hadir menyaksikan penyegelan dan sekaligus membuka kawasan tersebut. Saya tegaskan yang memang sudah menjadi ketentuan hukum bahwa kawasan itu milik pemprov, terbuka untuk publik dan tidak boleh ada larangan memasuki kawasan hasil reklamasi.

Apa yang terjadi? Ketegasan kita berdampak jelas yaitu pengembang patuh. Mereka berhenti berkegiatan. Tidak ada lagi kegiatan pembangunan tanpa ijin. Semua kegiatan di 

kawasan hasil reklamasi itu berhenti. Lahan itu terbuka untuk publik.Jadi tanda segel itu kini ada wibawanya. Negara kini dihormati. Hukum ditaati. Itu yang berbeda dengan dulu, dimana segel diacuhkan, hukum disepelekan oleh pelanggar.

Lalu bagaimana sampai kemudian keluar IMB ? 

Semua pihak yang bangunannya mengalami penyegelan harus diproses secara hukum oleh Penyidik kita. Lalu dibawa ke pengadilan. Hakim kemudian memutuskan denda sesuai dengan Perda yang berlaku. Itu juga yang terjadi pada pihak swasta yang melakukan pelanggaran IMB di kawasan hasil reklamasi. Mereka dihukum denda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah itu, mereka mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI.

Ada yang menyebut IMB dikeluarkan secara diam-diam. Mengapa ?

Semua dilakukan sesuai prosedur. Setiap proses pengajuan IMB untuk semua Gedung memang tidak diumumkan. Kalau anda mengajukan permohonan IMB ya akan diproses dan bila permohonannya sesuai dengan ketentuan yang ada maka diterbitkan IMB. Nama andapun tidak kemudian diumumkan dll. Jadi ini bukan diam-diam, tapi memang prosedur administratif biasa. Justru anda yang sudah mendapatkan IMB lah yang diharuskan memasang papan nama proyek dan mencantumkan nomor IMB di rumah anda.

 


Alasan Bangunan Tak Dibongkar

Mengapa mereka diberi IMB? Mengapa tidak dibongkar saja? 

Begini, ada sekitar seribu unit rumah yang telah mereka bangun tanpa IMB dan dibangun pada periode 2015-2017, sebelum kami bertugas di DKI. Jadi masalah yang kami temui dan harus diselesaikan terkait dengan beberapa fakta: 1) ada Pergub 206/2016 tentang PRK, 2) ada lahan kurang dari 5% yang telah dibuat bangunan rumah tinggal dengan berdasar pada Pergub tersebut dan 3) ada pelanggaran membangun tanpa IMB.

Pergub 206/2016 itulah yang jadi landasan hukum bagi pengembang untuk membangun. Bila saya mencabut Pergub itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bagunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang.

Bayangkan jika sebuah kegiatan usaha yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan, bahkan dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya. Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum. Efeknya peraturan Gubernur yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu.

Suka atau tidak terhadap Pergub 206/2016 ini, faktanya pergub itu adalah sebuah dasar hukum. Lahan yang terpakai utk rumah-rumah itu kira-kira hanya sebesar kurang dari 5% dari lahan hasil reklamasi. Adanya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari menghargai aturan hukum yang berlaku, melaksanakan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan ketaatan pada prinsip good governance.

Fakta berikutnya, masih ada 95% kawasan hasil reklamasi yang masih belum dimanfaatkan, itu yang kita akan tata kembali agar sesuai dengan visi kita utk memberi manfaat sebesar- besarnya pada publik. Misalnya sekarang sedang dibangun jalur jogging, jalur untuk sepeda, lapangan utk kegiatan olah raga termasuk akan dibangun pelabuhan dll.

Apakah Gubernur masih konsisten dengan janjinya utk menghentikan reklamasi ?

Semua kebijakan yang kita buat sesuai janji kami, yaitu (1) menghentikan reklamasi dan (2)untuk lahan yang sudah terjadi dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Itulah janji kami, dan kami konsisten memegang dan melaksanakan janji itu. Bayangkan bila kami tidak menghentikan reklamasi, maka kini sudah akan terbangun 17 Pulau, seluas Kabupaten Sukabumi, di Teluk Jakarta.

Kawasan hasil reklamasi yang dahulu tertutup eksklusif, sepenuhnya dikuasai swasta dan tidak boleh dimasuki siapapun tanpa izin mereka, kini telah menjadi kawasan yang dikuasai oleh Pemprov DKI Jakarta dan menjadi kawasan terbuka yang bisa diakses oleh publik. Bahkan sekarang, kita akan punya pantai yang terbuka untuk umum dan bisa dinikmati oleh semua warga.

Saya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan prinsip good governance, sehingga aturan hukum yang ada, suka ataupun tidak, dilaksanakan secara konsisten. Dengan cara seperti ini, kami percaya bahwa janji bisa terlaksana dengan baik dan akan tercipta kepastian hukum bagi semua.

Kita ingin semua yang berkegiatan di Jakarta bisa belajar dari kasus ini untuk selalu mengikuti semua prosedur dengan benar dan tertib.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya