Liputan6.com, Canberra - Lembaga pengawas tenaga kerja di Australia, Fair Work Ombudsman mengatakan akan menggunakan kekuatan baru bagi pemilik usaha yang membayar pekerjanya di bawah upah minimum.
Dalam sebuah pernyataan di konferensi tahunan yang digelar awal bulan ini, Fair Work Ombudsman mengatakan pendekatan lebih tegas akan dilakukan bagi pemilik usaha yang tidak patuh pada aturan soal upah minimum.
Baca Juga
Advertisement
"Kami juga akan menggunakan kekuatan baru dan secara terbuka menyebutkan nama pengusaha yang melanggar hukum," ujar Sandra Parker dari Fair Work Ombudsman Australia, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Senin (15/6/2019).
Menurutnya langkah ini diambil untuk mengirimkan pesan bahwa membayar pekerja dengan dibawah upah minimum atau merampas hak mereka adalah hal yang tidak bisa diterima.
"Pengusaha yang melakukan hal ini akan ketahuan," tegasnya.
Saat ini upah minimum nasional di Australia adalah 18,93 dolar Australia (AUD), atau lebih dari Rp 186 ribu, per jam sebelum pajak.
Sementara itu para pekerja casual mendapatkan tambahan 25 persen.
Harus Memahami Hak Pekerja
Kepada ABC Indonesia, juru bicara Fair Work Ombudsman mengatakan pihaknya melakukan sejumlah langkah untuk menanggapi permohonan bantuan dari para pekerja yang merasa mendapat perlakuan tidak adil.
Termasuk diantaranya adalah melakukan audit secara proaktif setiap tahunnya di sejumlah lokasi dan area industri.
"Pengusaha harus memahami jika kita tidak hanya mengandalkan permohonan bantuan dari pekerja dalam melakukan kegiatan audit," ujar juru bicara Fair Work Ombudsman.
Ia juga menegaskan bahwa seluruh pekerja di Australia memiliki hak yang sama, terlepas dari apa jenis visa mereka dan memberikan bantuan kepada pekerja migran terkait hak mereka menjadi prioritas Fair Work Ombudsman.
Pada tahun keuangan 2017-2018 lalu, 20 persen sengketa formal yang ditangani Fair Work Ombudsman berasal dari pekerja migran, termasuk pelajar.
"Lebih dari 60 persen kasus di pengadilan Fair Work Ombudsman adalah dugaan pelanggaran undang-undang di tempat kerja yang dialami pekerja migran," tambahnya, yang juga mengatakan berhasil memperjuangkan hak upah hingga AUD 4,8 juta sepanjang tahun lalu.
Fair Work Ombudsman meminta agar para pekerja yang memiliki kekhawatiran soal hak mereka untuk menghubungi lembaganya, baik lewat situs Fair Work, atau telepon 13 13 94 dan 13 14 50 untuk layanan terjemahan.
Para pekerja juga bisa memberikan laporan tanpa nama dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya, termasuk bahasa Indonesia melalui situs ini.
Sebuah aplikasi Record My Hours juga kini sudah tersedia bagi pekerja untuk dapat mencatat jumlah jam kerja dan informasi lainnya terkait pekerjaan mereka.
Advertisement
Banyak Pelajar Indonesia Dibayar Murah
Ira Nurmaulina, warga Indonesia di Sydney mengaku kepada ABC Indonesia jika ia pernah bekerja di sebuah restoran yang memberikannya upah dibawah minimum.
Saat itu ia baru pertama kali datang ke Australia dan mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran jaringan asal Jepang yang juga memiliki puluhan cabang di Indonesia.
"Saya dibayar dibawah standar minimum dan mereka juga memanipulasi jam kerja kerja, supaya yang dilaporkan ke pemerintah sesuai aturan."
Ia mengaku jika hanya dibayar AUD 11 per jam dengan waktu kerja dalam sepekan sekitar 30 jam, sebelum akhirnya memutuskan keluar setelah dua bulan bekerja.
Ira mengatakan banyak pelajar Indonesia yang bekerja di restoran tersebut, tapi tidak ada diantara mereka yang mengeluhkan soal upah dibawah minimum, apalagi berniat untuk melaporkannya.
"Sepertinya karena masalah uang ya, karena mahasiswa itu memang mengincar uang, yang penting bisa kirim uang ke Indonesia."
Menurutnya banyak restoran di Sydney yang memperkerjakan pelajar dengan upah dibawah standar, dengan salah satu alasannya adalah karena pelajar itu sendiri butuh pekerjaan.
"Saya perhatikan para pelajar itu rata-rata memiliki masalah dengan bahasa, jadi sedikit susah untuk menemukan pekerjaan."