Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu, aplikasi chatting terenkripsi asal Rusia, Telegram, disebut-sebut jadi target serangan siber.
Belakangan, pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov, menuding Tiongkok sebagai biang kerok serangan siber tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Sebagaimana dikutip dari Reuters, Minggu (16/6/2019), Durov melalui akun Twitter-nya mencuitkan, Telegram diserang oleh hacker yang terafiliasi oleh negara Tiongkok.
Menurut Durov, Telegram menghadapi serangan DDoS yang cukup kuat, di mana alamat IP penyerang berasal dari Tiongkok.
Durov juga menyebut, serangan DDoS itu bertepatan dengan pecahnya aksi protes di Hong Kong, terkait dengan RUU ekstradisi.
Serangan DDoS (distributed denial of service) tersebut melibatkan pengiriman serangan tertarget, sehingga membuat terjadinya gangguan terhadap sebagian atau seluruh layanan Telegram.
Terkait Demo di Hong Kong
Sebelumnya, ratusan ribu pengunjuk rasa di Hong Kong menentang undang-undang ekstradisi yang memungkinkan orang-orang di Hong Kong diekstradisi ke Tiongkok jika dianggap melakukan pelanggaran.
Pemerintah Tiongkok mengecam aksi protes tersebut dan menyebut, para demonstran dimotivasi oleh kekuatan dari luar. Aksi protes pun dianggap bisa merusak stabilitas sosial di Hong Kong.
Sementara itu, saat dimintai konfirmasi, pengawas kebijakan siber di Tiongkok Cyberspace Administration of China (CAC) belum memberikan jawaban.
Di sisi lain, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok Geng Shuang menyebut, pihaknya tidak mengetahui apapun terkait tudingan Durov.
Advertisement
Kerap Jadi Sasaran
Sekadar informasi, Telegram dan aplikasi chatting terenkripsi lainnya cukup populer bagi demonstran untuk berkoordinasi, tanpa ketahuan oleh aparat.
Terkait serangan yang bertepatan dengan aksi protes warga Hong Kong, Durov menambahkan, kasus serangan serupa pernah dihadapi oleh Telegram. Oleh karena itu, dia menyebut, kasus serangan siber terhadap Telegram ini bukanlah pengecualian.
Sebelumnya, aplikasi lain juga diblokir di Tiongkok selama gerakan politik di Hong Kong. Pada 2014 pula, Tiongkok memutuskan akses ke aplikasi berbagi foto Instagram di mainland Tiongkok.
Pejabat Tiongkok pun kerap membantah tudingan atas serangan siber yang didalangi oleh pemerintahnya. Ia bahkan mengatakan bahwa Tiongkok justru menjadi pihak yang sering jadi korban serangan siber pihak lain.
(Tin/Ysl)