Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berharap kepada Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan ruang kepada BPN untuk menghadirkan saksi sebanyak-banyaknya dalam persidangan sengketa Pemilu 2019.
"Kami berharap kepada MK, agar memberikan ruang bagi kami untuk menghadirkan jumlah saksi yang sebanyak-banyaknya," kata Jubir BPN Andre Rosiade saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).
Advertisement
Politikus Partai Gerindra itu menuturkan, pihaknya berencana menghadirkan 30 orang sebagai saksi dalam persidangan. Menurutnya, untuk mengungkap kecurangan Pemilu 2019, dibutuhkan saksi yang banyak.
"Kenapa jumlahnya banyak, karena dugaan yang kami sampaikan ini dugaan TSM, dugaan abuse of power, tentu membutuhkan saksi yang banyak. Tidak mungkin kami bisa membuktikan dugaan TSM kalau hanya saksi ahlinya dua. Atau saksi faktanya 15," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengirimkam surat kepada MK untuk bisa memberikan restu kepada Lembaga Perlindungan Saksi deqn Korban (LPSK) supaya para saksi BPN dapat dilindungi.
"Untuk itu LPSK memberikan saran dan masukan kepada pihak kami. Sehingga pada hari ini tim kuasa hukum kami mengirimkan surat ke MK, agar MK merekomendasikan kepada LPSK untuk melindungi saksi kami," tandasnya.
Saksi Siap Bongkar Dugaan Kecurangan
Menurut dia, hingga saat ini sudah ada kurang lebih 30 saksi yang bersedia membongkar bukti kecurangan Pilpres 2019. Akan tetapi, sejumlah saksi yang berasal dari luar daerah meminta jaminan sebelum, sesaat dan sesudah bersaksi.
Selain itu, dia menyebut untuk saksi yang dihadirkan juga dapat menggunakan metode dari LPSK. Misalnya dengan bersaksi jarak jauh menggunakan teleconference.
"Atau berbicara di ruangan bertirai hitam untuk menyamarkan lokasi saksi. Hingga menyamarkan sejumlah informasi tentang saksi demi keselamatan pribadi," ucapnya.
Selain saksi, Andre meminta LPSK turut menjamin dan melindungi hakim MK yang bertugas saat sidang sengketa Pilpres 2019.
"Agar terlepas dari bentuk intervensi dan ancaman dalam memutuskan sengketa," jelasnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement