Liputan6.com, Manila - Filipina mengajukan permohonan kepada badan kemaritiman PBB untuk menyorot insiden penabrakan kapal di Laut China Selatan.
Sebuah kapal nelayan Filipina yang membawa 22 kru tenggelam setelah diduga ditabrak-lari oleh kapal Tiongkok di Laut China Selatan dua pekan lalu.
China membenarkan bahwa kapal mereka terlibat dalam insiden, namun membantah penyebutan peristiwa sebagai "tabrak-lari."
Kementerian Luar Negeri Filipina memerintahkan wakil tetapnya di Organisasi Maritim Internasional PBB (IMO) di London, Senen Mangalile, untuk melaporkan bahwa para nelayan Filipina itu "telah menjadi korban tabrak lari dan diabaikan ... kapal mereka tenggelam, usai ditabrak kapal China," demikian seperti dikutip dari Philstar, Senin (17/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Mangalile juga menyerukan semua anggota PBB untuk memprioritaskan keselamatan kemaritiman, terutama dalam hal situasi darurat di laut.
"Adalah sebuah kewajiban bagi semua negara anggota PBB dan IMO untuk mengimplementasi aturan hukum yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan maritim, bukan hanya sekedar lisan belaka," tambah Mangalile.
"Merupakan sebuah kewajiban moral untuk menyelamatkan nyawa manusia, kapanpun dan di manapun kita bisa."
Kapal nelayan itu diidentifikasi sebagai F/B Gimver 1, tenggelam pada Minggu 9 Juni 2019 malam setelah ditabrak di Recto Bank di lepas pantai Provinsi Palawan, Filipina barat, demikian seperti dilansir Fox News.
Menurut laporan Filipina, kapal itu telah berlabuh ketika ditabrak. Nelayan Vietnam kemudian mengevakuasi kru yang menyelamatkan diri, untuk kemudian diserahkan kepada kapal patroli AL Filipina.
Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, insiden tabrak lari kapal nelayan Filipina oleh kapal China itu sebagai "tidak beradab dan keterlaluan."
"Kami tidak akan membiarkan diri kami diserang, diintimidasi, menjadi subyek tindakan biadab, tidak beradab, dan keterlaluan," kata Panelo.
Tanggapan China
Seperti dikutip dari Philstar, Kedutaan China di Manila mengonfirmasi bahwa kapal berbendera Tiongkok menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Filipina pada insiden dua pekan lalu.
Namun, kedutaan membantah bahwa kapal China mengabaikan upaya penyelamatan terhadap para nelayan yang terkendala, dengan beralasan bahwa kapal berbendera Tiongkok tersebut "hampir dikepung oleh delapan kapal Filipina lain" tepat pasca-insiden.
"Yuemaobinyu 42212, kapal penangkap ikan Tiongkok dari Provinsi Guangdong, terlibat dalam insiden saat hendak berlabuh di sekitar Liyue Tan (Reed Bank)," kata kedutaan itu, merujuk pada Recto Bank.
"Tiba-tiba, kapal itu dikepung oleh tujuh hingga delapan kapal nelayan Filipina. Selama evakuasi, Y42212 gagal menghindari kapal penangkap ikan Filipina, dan kabel baja pada lampu penerangan larboard menabrak pilothouse Filipina. Kapal penangkap ikan miring dan buritannya tenggelam," lanjut pernyataan kedutaan.
Kedutaan juga membantah klaim bahwa para nelayan Filipina diselamatkan oleh Vietnam, dengan mengatakan justru kapal-kapal Filipina lainnya yang datang untuk menyelamatkan mereka.
Kapten kapal China, menurut kedutaan, mencoba untuk menyelamatkan nelayan dari air, tetapi harus meninggalkan lokasi setelah kapal-kapal Filipina melakukan gerakan yang mengancam.
"Karena itu, setelah memastikan bahwa para nelayan dari kapal Filipina diselamatkan ke atas kapal-kapal penangkap ikan Filipina, Y42212 berlayar menjauh dari tempat kejadian," bunyi pernyataan itu.
"Jadi, tidak ada yang namanya 'tabrak dan lari',"tambah pernyataan tersebut.
Namun, Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr meyakini bahwa ada "unsur kesengajaan dalam insiden tersebut," ujarnya yang juga mereferensi Kepala Staf AL Filipina, Laksamana Robert Empedrad.
Advertisement
Obyek Persengketaan dan Tensi Regional
Laut China Selatan yang diperebutkan sejak lama merupakan titik tensi yang potensial di Asia dengan enam negara mengklaim bagian perairan yang tumpang tindih.
Ketegangan meningkat setelah China mengubah tujuh terumbu yang disengketakan menjadi pulau-pulau reklamasi yang dapat berfungsi sebagai pangkalan militer dan mengintimidasi negara-negara penuntut saingan di jalur air strategis, di mana pasukan AS telah melakukan patroli "kebebasan navigasi".
Kapal-kapal Tiongkok sebelumnya telah memblokir atau mengintimidasi kapal-kapal militer dan sipil Filipina di Reed Bank dan Second Thomas Shoal.
Di sana, para marinir Filipina terus mengawasi di atas kapal angkatan laut Filipina yang telah lama terdampar sementara terus-menerus diawasi oleh kapal-kapal penjaga pantai Tiongkok dalam kebuntuan selama bertahun-tahun.