Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mencari dana hibah untuk menjalankan program Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Hal ini untuk menyiasati kekurangan anggaran negara.
Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Andri Wahyono mengatakan, kegiatan SDGs terus dijalankan, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mencukupi, akan dicarikan dana dengan skema blended finance.
"Intinya dari kegiatan ini kalau memang dari APBN tidak mencukupi maka nanti kita promosikan agar pembangunannya layak didanai oleh blended finance," kata Andri, di Jakarta, Senin (17/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Andri mengungkapkan, sumber pendanaan yang diincar berasal dari hibah di dalam negeri dan luar negeri di antaranya Bank Dunia. Namun, dia belum menyebutkan besaran target dana hibanya. Dana tersebut akan diprioritaskan untuk perbaikan lingkungan laut dan karang.
"Lingkungan untuk ocean ini masih kurang dibanding dengan sektor lain dan memang ini banyak tantangan," tuturnya.
Andri melanjutkan, selain dana hibah anggaran untuk menjalankan program SGDs juga berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mengakomodir program tersebut.
"Itu hibah tidak utang, tapi dengan tanggung jawab ada hasil yang jelas, itu difokuskan mengenai masalah lingkungan salah satunya coral. Makanya nanti dikoordinasikan dengan Kemendagri termasuk dengan kementerian masing-masing juga. Karena penganggarannya itu bagaimana? Apakah APBD, APBN. Sebab, walaupun itu hibah nanti juga harus ada pendampingan," kata dia.
Untuk ketahui SDGs yang diadopsi oleh PBB pada September 2015, merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada 2015.
SDGs diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan (No-one Left Behind) yang terdiri dari 17 tujuan dan 169 target dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Uni Eropa-RI Berkomitmen Perkuat Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Profesor Bambang Brodjonegoro, dengan Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts, meluncurkan Blue Book 2019, sebuah laporan tahunan kerjasama pembangunan antara Uni Eropa dan Indonesia.
Mulai dari memajukan pembangunan ekonomi berkelanjutan hingga mitigasi efek perubahan iklim, publikasi ini menyoroti berbagai capaian program-program pembangunan di Indonesia yang didukung Uni Eropa serta para Negara-negara Anggotanya.
Uni Eropa dan Indonesia telah lama bermitra untuk memenuhi komitmen-komitmen global dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dengan tema tahun ini "Bersama bagi Pembangunan Berkelanjutan", Uni Eropa mendukung sentralitas SDGs dalam kemitraan Uni Eropa-Indonesia.
"Indonesia telah menunjukan kemajuan berarti dalam mengarusutamakan SDGs dalam rencana pembangunannya, dan Uni Eropa berkomitmen mendukung usaha Indonesia melalui program-program kerjasama yang terarah," jelas Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts.
"Indonesia dan Uni Eropa mungkin terpisah jauh secara geografis dan berbeda secara budaya, namun dalam kerjasama pembangunan, kita telah dan akan terus bekerjasama untuk mencapai SDGs. Blue Book Uni Eropa - Indonesia merupakan rujukan yang baik untuk melihat apa yang telah kita capai bersama dan bagaimana kemitraan Uni Eropa - Indonesia di masa depan," jelas Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.
Advertisement
Kemitraan Berdasarkan Tujuan Bersama
Hubungan Uni Eropa dan Indonesia telah berkembang dari hubungan berdasarkan bantuan pembangunan menjadi kemitraan berdasarkan kepentingan dan tujuan bersama. Sebagai anggota G20, Uni Eropa telah mengubah program-program bantuan bilateral tahunannya di Indonesia menjadi program-program tematik dan regional berdasarkan prioritas strategis.
"Masa ketika negara-negara bergantung pada bantuan pembangunan untuk kemajuan telah berlalu. Saat ini kita telah memasuki era kemitraan strategis yang dibangun pada sebuah komitmen terhadap SDGs."
"Dengan semangat SDG 17, yaitu 'Kemitraan untuk Mencapai Tujuan' kemitraan kita dengan Indonesia membantu kita mengatasi tantangan-tantangan global dan dalam prioritas strategis bagi Indonesia dan Uni Eropa," Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts menambahkan.
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, Uni Eropa menyambut baik peluang untuk memperluas kemitraan dengan Indonesia di sektor-sektor prioritas seperti kerjasama ekonomi, termasuk investasi berkelanjutan, serta mitigasi perubahan iklim. Uni Eropa berkomitmen untuk bersama menemukan model kemintraan baru dan inovatif.
Capaian Utama Kerja Sama
Capaian utama kerja sama Uni Eropa-Indonesia pada 2018 antara lain:
Peluncuran ARISE Plus – Indonesia, program pertama Uni Eropa-Indonesia di bidang bantuan perdagangan, yang terkait erat dengan integrasi ekonomi regional di ASEAN;
Program Bantuan Uni Eropa terhadap Respon Perubahan Iklim di Indonesia telah selesai dan berhasil dilaksanakan selama empat tahun di Provinsi Aceh. Di antara beberapa capaian utamanya, program ini berkontribusi terhadap penguatan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang lebih "hijau";
Sebuah Program reformasi sistem peradilan (SUSTAIN), yang memperkenalkan sebuah sistem pelacakan kasus berbasis digital, sistem pelaporan pelanggaran berbasis IT, dan melatih lebih dari 6.000 pegawai Mahkamah Agung;
Dukungan di bidang pendidikan terus berlanjut, termasuk pemberian 1.600 beasiswa kepada para mahasiswa Indonesia melalui Program Erasmus+ yang didanai oleh Uni Eropa serta program-program beasiswa lainnya dari Negara-negara Anggota Uni Eropa;
Bantuan pendidikan darurat senilai 2,3 juta euro melalui dana Education Cannot Wait (ECW) yang telah membantu hampir 58.000 anak kembali bersekolah setelah bencana tsunami dan gempa bumi Sulawesi pada 2018;
Penyelenggaraan Pameran Pendidikan Tinggi Eropa (EHEF), pameran universitas Eropa yang terbesar di dunia, dengan dihadiri 19.000 pengunjung dan diikuti oleh 122 lembaga pendidikan tinggi pada 2018.
Advertisement