Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, peristiwa pelesirnya Setya Novanto merupakan kelihaian terpidana kasus korupsi e-KTP tersebut mencari celah disela aktivitasnya berobat. Kemudian, ada kelengahan petugas yang mengawasinya.
"Itu memang beliau kan mencoba mencari celah, padahal protap sudah ada. Memang ada kelalaian di petugas saya, mengapa diizinkan dia tanpa pengawasan sampai ke bayar bill (tagihan)," ucap Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 17 Juni 2019.
Advertisement
"Artinya protap sudah ada, dia (petugas) merasa 'sudahlah kalau bayar bill saja tidak apa apa' rupanya kita tahu belakangan sudah ada mobil menunggu, memang sudah direncanakan tampaknya juga," sambung Yasonna.
Mestinya, kata Yasonna, Setya Novanto tidak berulah dan membuat para petugas menjadi korban sehingga dikenakan sanksi. Yasonna ingin Setya Novanto sadar sebagai mantan pejabat dan orang berpendidikan.
"Dia korbankan orang lain lagi, dulu dokter korban lagi kan, jadi maunya jangan begitulah, kita sebagai orang-orang yang sudah punya pendidikan. Lihat juga jangan sampai kita mengorbankan orang lain, ini si anak (petugas) kan jadi korban," tutur Yasonna.
Yasonna pun tak mempermasalahkan pihak-pihak yang menginginkannya mundur terkait terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto yang terciduk pelesiran. Menurutnya wajar, bila para pihak protes kepadanya.
"Boleh saja, siapa saja boleh melakukan itu (ingin saya mundur jadi menteri)," kata Yasonna.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kronologi Pelesiran
Kepala Bagian Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto melalui siaran persnya yang diterima di Jakarta, Minggu 16 Juni 2019 menjelaskan, pada Senin 10 Juni dilaksanakan sidang tim pengamat pemasyarakatan untuk mengusulkan perawatan lanjutan di rumah sakit luar lapas dalam hal ini RS Santosa Bandung.
"Pada Selasa 11 Juni dengan pengawalan petugas lapas dan Kepolisian Sektor Arcamanik. Sekitar pukul 10.23 WIB Setnov diberangkatan untuk menjalani perawatan di RS Santosa Bandung," kata Ade.
Pada hari yang sama, ungkap dia, Setnov tiba di RS Santosa Bandung pukul 10.41 WIB dengan keluhan sakit tangan sebelah kiri tidak bisa digerakkan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter RS Santosa, Setnov menjalani perawatan rawat inap di lantai 8 kamar 851 RS Santosa," kata dia.
Selanjutnya pada Jumat 14 Juni pukul 14.22 WIB dilaksanakan serah terima pengawalan di RS Santosa Bandung dari petugas atas nama FF ke petugas atas nama S berdasarkan surat perintah Kalapas No.W.11.PAS.PAS1.PK.01.04.02- 4045.
"Pukul 14.42 WIB Setnov keluar ruang perawatan menuju lift menggunakan kursi roda didampingi keluarganya dan meminta izin untuk menyelesaikan administrasi rawat inap di lantai 3 RS Santosa," ujar Ade.
Kemudian pada pukul 14.50 WIB, pengawal atas nama S mengecek ke ruang administrasi bahwa ternyata Setnov tidak ada di ruang administrasi.
"Pukul 17.43 WIB, Setnov kembali ke RS Santosa dan pukul 19.45 WIB, pengawal atas nama S dan Setnov tiba di Lapas Klas I Sukamiskin," ucap Ade.
Ia pun menyimpulkan bahwa benar Setnov tidak ada di RS Santosa pada pukul 14.50 WIB sampai 17.43 WIB.
Ia pun menyatakan langkah-langkah yang telah dilakukan Ditjen PAS, yakni, pertama dilakukan pemeriksaan sementara petugas pengawal atas nama S oleh tim pemeriksa.
Kedua, dilakukan pendalaman dan pemeriksaan terhadap Setnov yang telah menyalahgunakan izin berobat oleh tim pemeriksa .
"Setnov dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur. Pertimbangannya karena Rutan Gunung Sindur adalah rutan dengan pengamanan maksimun 'one man one cell' untuk teroris," kata Ade.
Penempatan itu bertujuan agar tidak terjadi pelanggaran tata tertib lapas/rutan yang dilakukan kepada Setnov.
"Selanjutnya apakah Setnov akan tetap menjalani pidana di Rutan Gunung Sindur atau tidak, menunggu hasil pemeriksaan tim Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat beserta tim dari Ditjen PAS," ujar Ade.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement