KPU: Sanksi Diskualifikasi untuk Jokowi-Ma'ruf Tak Relevan dan Tak Berdasar

Kuasa hukum KPU menyatakan, permohonan Pemohon mengenai diskualifikasi harus dikesampingkan.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 18 Jun 2019, 11:46 WIB
Ketua Kuasa Hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban dari termohon. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin mengatakan, sanksi diskualifikasi untuk pasangan capres dan cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin yang diminta kubu Prabowo-Sandiaga tidak relevan dan tidak berdasar menurut hukum.

Hal tersebut disampaikan Ali Nurdin dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Dalam permohonannya, pihak Prabowo-Sandi merujuk Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, kasus Pilkada Kabupaten Bengkulu Selatan, kasus Pilkada Kota Tebing Tinggi dan kasus Pilkada Kabupaten Supiori.

Pada berkas jawaban KPU, kasus pembatalan calon tersebut pada dasarnya terbagi dua. Pertama, adanya pasangan calon yang tidak memenuhi syarat calon sebagaimana terjadi di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Supiori, yaitu tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Di Kabupaten Bengkulu Selatan, pasangan calon dibatalkan MK karena calon bupati Dirwan Mahmud telah dijatuhi penjara karena tindak pidana pembunuhan.

Kedua, adanya pelanggaran serius yang membahayakan demokrasi dan mencederai prinsip pemilukada langsung, umum, bebas, jujur, dan adil. Di Kotawaringin Barat, MK menyimpulkan selain terjadi pelanggaran Terstruktur, sisematis, dan masif (TSM) dalam bentuk pembagian uang secara masif ke masyarakat, juga terjadi pelanggaran serius karena ada pengancaman kepada pemilih dengan teror yang membuat ketakutan bagi pemilih sehingga tidak bisa menggunakan hak pilihnya dengan bebas sesuai hati nurani.

"Tuduhan pemohon mengenai pelanggaran pihak terkait dalam Pilpres 2019 tidak ada satupun yang memiliki pola sama dengan perkara di Kotawaringin Barat," kata Ali Nurdin.

Pemohon, lanjut dia, dalam permohonannya tidak mendalilkan adanya pelanggaran oleh pihak Terkait dalam bentuk pembagian uang dan janji ataupun menuduh pihak Terkait melakukan pengancaman.

"Bahwa sanksi diskualifikasi oleh MK tidak serta merta diterapkan kepada pasangan calon atas pelanggaran yang bersifat TSM karena sanksi hanya diterapkan kepada perkara Pilkada di Kotawaringin Barat adanya perbuatan yang membahayakan demokrasi," kata Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pilkada Jatim

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto mendengarkan keterangan Ketua Kuasa Hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban dari termohon. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hal ini berbeda dengan kasus Pilkada Jatim, di mana MK menyatakan adanya pelanggaran TSM dengan menjatuhkan putusan pemungutan suara di Bangkala dan Sampang serta penghitungan suara ulang di Pamekasan.

Walaupun menyatakan adanya pelanggaran TSM, MK tidak menjatuhkan sanki diskualifikasi atau PSU di seluruh Jawa Timur dengan alasan melindungi hal konstitusional para pemilih yang beritikad baik memilih pasangan calon Karsa.

"Berdasarkan uraian di atas, dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran TSM oleh pihak Terkait yang perlu dikenakan sanksi diskualifikasi adalah tidak relevan tidak berdasar menurut hukum sehingga permohonan Pemohon mengenai ini harus dikesampingkan."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya