6 Negara Ini Bebaskan Maskapai Tentukan Harga Tiket Pesawat

Daftar negara yang membebaskan maskapai menentukan harga tiket pesawat sesuai dengan mekanisme pasar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 18 Jun 2019, 18:02 WIB
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Washington D.C. - Harga tiket pesawat yang tak kunjung turun terus menjadi keluhan masyarakat. Pemerintah pun tak bisa memaksa maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat. 

Sebab, penentuan harga tiket di Indonesia dipengaruhi mekanisme pasar dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran serta biaya operasional maskapai.

Menurut aturan, intervensi pemerintah untuk harga tiket pesawat hanya berupa penerapan tarif batas atas untuk melindungi konsumen dan tarif batas bawah untuk melindungi maskapai. Sementara keputusan harga tetap ada di tangan maskapai asal tidak melanggar ketentuan tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Tak hanya di Indonesia, ternyata ada juga 6 negara yang harga tiket pesawatnya disesuaikan dengan mekanisme pasar. Mana saja? Simak penelusuran Liputan6.com berikut:

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Amerika Serikat (AS)

Ilustrasi pesawat (iStock)

AS adalah negara pencetus liberalisasi di dunia penerbangan. Sejak tahun 1978, pemerintah AS tak lagi mengatur urusan harga dan rute lewat Airline Deregulation Act.

The Economist menyebut deregulasi di AS berhasil menurunkan harga tiket sampai sepertiga dan trafik pun meningkat. Kala itu, tiket di AS juga lebih murah ketimbang harga tiket di Eropa sampai akhirnya Eropa ikut melakukan lilberalisasi.

Meski demikian, kementerian memberikan rumusan dalam Standard Industri Fare Levels (SIFL). Rumusan itu digunakan untuk membantu evaluasi harga maskapai di pasar besar. Selain itu, Kementerian Transportasi juga melakukan sosialiasi perlindungan konsumen dan menerima keluhan mereka soal penerbangan.


2. Uni Eropa

Ilustrasi pesawat yang berada di dekat bendara (AFP Photo)

INACA dalam situs resminya juga menjelaskan efek positif dari liberalisasi industri penerbangan di Uni Eropa. Kebijakan itu meningkatkan akses pasar, membuka peluang investasi, dan memfasilitasi perjalanan udara.

Dalam situs resmi Komisi Eropa, Uni Eropa melakukan deregulasi penuh pada 1997. Tujuan Uni Eropa membuka pasar adalah untuk menambah kompetisi, menurunkan harga tiket sekaligus meningkatkan keselamatan publik yang naik pesawat.

Meski sudah ada liberalisasi, Komisi Eropa terus memantau agar tidak ada harga tiket yang berlebihan. Mereka pun siap menginvestigasi dan mengambil tindakan jika menemukan harga tiket tidak wajar.


3. Jepang

Venue dayung Olimpiade Tokyo 2020 terletak di Tokyo Bay. (AFP/Charly Triballeau)

Jepang ikut melakukan liberalisasi industri penerbangan pada tahun 1980-an atas pengaruh AS. Liberalisasi di Jepang berlangsung secara bertahap, sebab aturan awalnya Kementerian Transportasi harus menyetujui tarif pesawat.

Pada Februari 2000, Jepang akhirnya melakukan deregulasi besar-besaran. Maskapai domestik pun bebas mengatur biaya, rute, dan frekuensi penerbangan. The Japan Times pada 30 Januari 2000 menyebut deregulasi tersebut bisa menurunkan harga tiket.

Kini, Japan Guide menyebut Industri penerbangan di Jepang pun menjadi makin kompetitif. Harga tiket pesawat ke beberapa rute pun lebih murah ketimbang naik shinkansen.


4. Korea Selatan

Pengunjung berjalan di istana Gyeongbokgung setelah salju turun di pusat kota Seoul (15/2). Istana ini termasuk dari 5 istana besar dan merupakan yang terbesar yang dibangun oleh Dinasti Joseon. (AFP Photo/Jung Yeon-je)

Sejak 2008, Korea Selatan melakukan deregulasi pada industri penerbangan. Alhasil, kompetisi makin tinggi dan harga tiket pun berkurang.

Menurut disertasi tulisan Joo Yeon Sun, Ph.D di Universitas Cornell mengenai penerbangan, kehadiran deregulasi di Korsel dan berbagai negara membuat kehadiran LCC semakin ramai.

Sebelumnya, pasar maskapai domestik di Korsel hanya dikuasai Korean Air dan Asiana Air. Deregulasi tahun 2008 pun berhasil membuka pasar, lalu memicu pertumbuhan trafik penerbangan dengan harga yang lebih murah.


5. Australia

Earth Hour: Sydney, Australia - Harbour Bridge and Opera House. (Foto: BBC.com)

Dulunya, pemerintah memiliki aturan ketat dalam industri penerbangan. Hasilnya justru terjadi duopoli penerbangan domestik antara Australian Airlines dan Ansett.

Australia baru memulai deregulasi pada tahun 1990-an. Dalam blognya, anggota parlemen Australia, Paul Fletcher, menyebut deregulasi itu meningkatkan kompetisi dan membuat harga jauh lebih murah.

Maskapai Ansett, yang pernah duopoli, malah bangkrut pada tahun 2002, tetapi banyak maskapai baru bermunculan. Rakyat Australia juga makin banyak yang naik pesawat.

Pemerintah hanya mengatur aspek kunci seperti keamanan dan keselamatan, sementara itu masalah harga tiket dan pemilihan rute terbang diberikan kepada maskapai tersebut.


6. India

Ilustrasi pesawat (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

India juga sudah melakukan deregulasi demi menambah perjalanan udara dan menunjang pertumbuhan ekonomi. Usaha liberalisasi ini terus berlanjut hingga kini.

The Economist mencatat jumlah penumpang pesawat di India meningkat hingga sembilan kali lipat ketimbang sebelum liberalisasi pada tahun 1994. Tahun lalu Business Today melaporkan Air India Express (milik pemerintah) dan IndiGo termasuk yang paling murah di dunia.

Namun, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) India bisa meminta para maskapai menurunkah harga jika terlampau tinggi. Contoh kasusnya terjadi pada April lalu.

Dilaporkan Business Today, dua maskapai India yakni DJPU India meminta maskapai di 10 rute untuk menurunkan harga tiket ke level yang wajar.

Itu terjadi ketika pesawat-pesawat Boeing Max 737 Jet Airways dilarang terbang. Harga tiket di beberapa rute padat melonjak 10-30 persen sehingga Dirjen perlu turun tangan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya