Tim Jokowi Nilai Prabowo Langgar Kebebasan Pers Soal Tak Diliputnya Reuni 212

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa Pilpres 2019.

oleh Delvira HutabaratIka Defianti diperbarui 18 Jun 2019, 14:18 WIB
Suasana saat Ketua Kuasa Hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban dari termohon. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta menilai Prabowo-Sandiaga melawan kebebasan pers dengan mendalilkan adanya pembatasan media dan pers dengan menunjukkan bukti tidak diliputnya reuni 212 oleh media mainstream. Sehingga upaya seperti apapun yang melawan sifat kebebasan tanpa dasar hukum tidak dapat dibenarkan.

"Termasuk memaksa pers mainstream untuk meliput sebuah peristiwa, in casu reuni 212. Keinginan pemohon agar media utama meliput reuni 212 secara a contrario justru dapat dikategorikan sebagai upaya untuk melawan kebebasan pers itu sendiri," kata Wayan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).

Dia menyebut media mainstream secara keseluruhan bukanlah milik pemerintah. Akan tetapi berbentuk korporasi milik swasta dan tidak berhubungan dengan pihak terkait yakni Jokowi-Ma'ruf. Kebebasan Pers dilindungi secara tegas berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor Tahun 1999 tentang Pers dan diawasi oleh Dewan Pers.

"Lembaga inilah yang diberikan kewenangan oleh hukum untuk menilai independensi pers dan jurnalistik. Jika Pemohon menuduh media mainstream telah tidak independen dengan tidak memublikasikan aktivitas reuni alumni 212, maka secara hukum Pemohon harusnya mengadu ke Dewan Pers," papar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dalil Tim Hukum Prabowo

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga mengatakan bahwa terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif terhadap pers nasional oleh kubu capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf. Tujuannya, untuk menguasai opini publik.

"Media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan," kata Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019).

Denny mengatakan, pada perhelatan Pilpres 2019, akses kepada media tidaklah seimbang antara Paslon 01 dengan Paslon 02.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 (tiga) bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan Paslon 01 (Jokowi-Ma'ruf)," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya